Aspeppi Minta MK Tetap Pertahankan Pemilu Sistem Proporsional Terbuka
Berita Baru, Jakarta – Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aspeppi) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tak mengabulkan permohonan uji materi (judicial review) sistem pemilu proporsional terbukan menjadi tertutup.
Aspeppi berharap MK tetap pertahankan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 mendatang. Sebagaiman yang tertuang dala pasal 168 ayat (2) Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kami mendorong agar MK tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka dalam putusannya,” ujar Direktur Eksekutif Aspeppi Abdul Hakim saat membacakan pernyataan di kawasan Slipi, Jakarta, Kamis (19/1/).
Diketahui, saat ini MK sedang menangani proses uji materi (judicial review) atas pasal 168 ayat (2) Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur sistem proporsoional terbuka dalam pemilu.
Abdul Hakim menjelaskan, setidaknya ada lima alasan Aspeppi menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Pertama, sistem proporsional terbuka sudah diterapkan sejak Pemilu 2004 lalu.
Menurutnya, selama hampir 20 tahun, sistem proporsional terbuka telah terbukti mampu mengurangi jarak penyampaian aspirasi masyarakat terhadap para wakilnya di DPR.
“Masyarakat bisa menyampaikan keluh kesahnya kepada wakil mereka di DPR yang dipilih secara langsung. Sehingga bisa cepat diartikulasikan dalam kebijakan politik,” tutur Hakim.
Dengan demikian, bagi Aspeppi, proses demokrasi yang sesungguhnya bisa dipraktikkan dengan baik selama sistem proporsional terbuka tersebut diterapkan dalam pemilu di Indonesia.
Alasan kedua Aspeppi adalah sistem proporsional terbuka dianggap sudah meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam sektor politik karena posisi mereka kembali terangkat untuk berpartisipasi menentukan kekuasaan politik.
“Sebab saat era Orde Lama dan Orde Baru posisi masyarakat tak sebaik ini dalam demokrasi Indonesia,” ungkap Hakim.
Ketiga, Aspeppi menekankan bahwa sistem proporsional terbuka adalah buah dari perjuangan dalam reformasi 1998, di mana salah satu tuntutannya adalah mengurangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam tubuh partai politik dan elit kekuasaan.
Keempat, merujuk hasil survei nasional yang dilakukan oleh Skala Survei Indonesia (SSI) pada November 2022 menunjukkan sebanyak 63 persen masyarakat Indonesia masih berharap Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional terbuka.
“Di sisi lain, hanya 4,8 persen saja yang setuju sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup,” tutur Hakim.
Kelima, saat ditelaah lebih jauh, masyarakat yang ingin sistem pemilu tetap proporsional terbuka punya sejumlah alasan tersendiri. Antara lain pertimbangan prinsip ideal demokrasi, bisa mengetahui calon-calon wakil rakyat secara langsung, bisa memilih para calon legislatif (caleg) yang diinginkan.
“Lalu terpenuhinya hak pemilih menentukan wakilnya di DPR secara lebih transparan. Sebaliknya, yang mendukung proporsional tertutup lebih karena alasan teknis seperti biaya pemilu yang lebih murah, pemilu yang lebih singkat dan sebagainya,” ungkapnya.
“Merujuk kepada berbagai alasan di atas, Aspeppi tetap mendorong kepada MK agar tidak lagi mundur ke belakang. Dengan memutus agar sistem proprosional terbuka tetap dipakai dalam sistem pemilu kita,” tegas Hakim.