Arus Kas BPJS Kesehatan Surplus Rp18,7 Triliun di 2020
Berita Baru, Jakarta – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) Fachmi Idris menyebut pemerintah dan pihaknya telah memastikan kecukupan pembiayaan Program JKN-KIS. Hal ini dilakukan agar melalui program ini masyarakat tidak terhambat dalam mengakses layanan kesehatan.
Fachmi mengatakan, sampai dengan akhir tahun 2020, pendanaan program ini terhitung cukup bahkan cashflow atau arus kas Dana Jaminan Sosial Kesehatan (DJS Kesehatan) mulai surplus dan kondisi keuangan berangsur sehat.
Menurut Fachmi, kondisi keuangan DJS Kesehatan yang berangsur sehat ini ditunjukkan dengan kemampuan BPJS Kesehatan dalam membayar seluruh tagihan pelayanan kesehatan secara tepat waktu kepada seluruh fasilitas kesehatan, termasuk juga penyelesaian pembayaran atas tagihan tahun 2019.
“Data unaudited mencatat, setelah dilakukan pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan, posisi per 31 Desember 2020, DJS Kesehatan memiliki saldo kas dan setara kas sebesar Rp 18,7 triliun,” kata Fachmi dalam konferensi pers virtual, Senin (8/2/2021).
Fachmi berharap Program JKN-KIS pada tahun 2021 mulai dapat membentuk dana cadangan teknis untuk memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan DJS Kesehatan sesuai regulasi.
“Tentu untuk prediksi kondisi DJS Kesehatan ke depan, terlebih di masa pandemi Covid-19, kita akan terus pantau. Dengan memperhatikan tingkat kesehatan masyarakat serta melihat kondisi ekonomi Indonesia,” ujar Fachmi.
Namun, kata Fachmi, kondisi arus kas DJS Kesehatan yang berangsur sehat ini menjadi hal yang positif untuk keberlangsungan Program JKN-KIS ke depan. Ia menyebut, tongkat estafet ini diharapkan dapat meringankan laju Direksi BPJS Kesehatan di masa mendatang.
Arus kas DJS Kesehatan yang cukup ini, tambah Fachmi, tentu juga akan berimbas pada peningkatan kualitas layanan.
“Fasilitas kesehatan diharapkan konsisten memberikan layanan yang berkualitas dan tidak melakukan tindakan penyimpangan yang berdampak pada pembiayaan program jaminan kesehatan menjadi tidak efektif dan efisien,” tandas Fachmi.