Apakah Alexander Agung Punya Anak?
Berita Baru, Jakarta – Alexander Agung adalah seorang penguasa yang legendaris dari Kerajaan Makedonia pada abad ke-4 SM. Ia dilahirkan pada tahun 356 SM di Pella, ibu kota Makedonia, dan merupakan putra dari Raja Philip II dan Ratu Olympias.
Pada tahun 336 SM, setelah kematian mendadak ayahnya, Alexander naik takhta sebagai Raja Makedonia yang baru pada usia 20 tahun. Ia segera menghadapi tantangan besar dalam bentuk perlawanan suku-suku di dalam kerajaannya dan ancaman dari negara-negara tetangga seperti Persia.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah Alexander memiliki anak, dan apa yang terjadi pada pewaris-pewaris ini setelah kematiannya?
Jawabannya adalah ya. Alexander memiliki satu atau bahkan dua orang anak laki-laki. Satu di antaranya adalah Alexander IV, putranya dengan istri sahnya, Roxana. Yang lainnya adalah “Heracles dari Makedonia,” putranya dengan Barsine, gundiknya.
Roxana adalah putri seorang kepala suku di Bactria, sebuah wilayah di Asia Tengah. Pasukan Alexander menangkapnya saat kampanye di wilayah tersebut, dan mereka menikah sekitar tahun 327 SM. Namun, Alexander tidak sempat melihat putranya; Roxana sedang hamil dengan Alexander IV ketika Alexander meninggal dunia di Babilonia pada tahun 323 SM.
Sementara itu, “Heracles dari Makedonia” lahir dari seorang gundik bernama Barsine, seorang bangsawati Persia, sekitar tahun 327 SM. Hal ini membuatnya lebih tua sekitar empat tahun dibandingkan dengan Alexander IV.
Kendati demikian, beberapa sejarawan modern meragukan apakah Alexander benar-benar ayah Barsine, karena Alexander tidak pernah secara resmi mengakui anak tersebut. Namun, beberapa sejarawan modern sepakat bahwa Heracles adalah putra kandung Alexander.
Setelah kematian Alexander Agung yang disebabkan oleh penyakit misterius pada usia 32 tahun, tidak ada pewaris yang jelas bagi kekaisarannya yang luas, yang membentang dari Balkan hingga Pakistan modern. Roxana sedang hamil dengan Alexander IV, meskipun saat itu belum diketahui apakah anak tersebut laki-laki atau perempuan.
Heracles dari Makedonia tidak memiliki klaim sah atas tahta, yang membuatnya sulit untuk menjadi penerus.
“Anak laki-laki tersebut tidak pernah menjadi kontestan dalam perebutan tahta karena dia tidak sah dan merupakan anak dari seorang gundik,” kata Worthington dikutip dari Live Science.
Selain itu, baik Roxana maupun Barsine berasal dari keturunan Asia, yang tidak disukai oleh sebagian pasukan Alexander.
“Menurut sejarawan Alexander kuno Quintus Curtius, kedua anak tersebut diusulkan sebagai pewaris tahta dalam pertemuan para jenderal dan kelas kavaleri, tetapi para prajurit infanteri menolak keduanya karena ibu mereka adalah orang Asia,” katanya.
Arrhidaeus, saudara tiri Alexander Agung, menjadi raja dan Alexander IV diangkat menjadi rekan penguasa setelah kelahirannya. Namun, keduanya tidak dapat memerintah secara efektif. Arrhidaeus mengalami gangguan mental yang membuatnya sulit untuk berkuasa, sementara Alexander IV masih bayi.
Sebagai hasilnya, mereka semua menjadi tawanan dalam perang para penerus, para jenderal kuat Alexander, ketika mereka saling berperang untuk menguasai kekaisaran; dan semuanya dibunuh,” kata King, merujuk kepada Arrhidaeus dan anak-anak Alexander.
Alexander IV dan Roxana kemudian menjadi tawanan Cassander, yang secara efektif menguasai Makedonia sebagai seorang raja. Cassander tidak ingin ada persaingan untuk tahta, jadi ia membunuh Alexander IV dan Roxana sekitar tahun 309 SM, untuk mencegah pewaris remaja itu tumbuh dewasa dan berpotensi merebut kekuasaan.
Heracles dari Makedonia juga tidak beruntung. Jenderal Polyperchon menawan putra haram Alexander tersebut, dan setelah mencapai kesepakatan dengan Cassander, ia membunuhnya tak lama setelah kematian Alexander IV.