Angkatan Kerja di Tengah Pandemi Lebih Mengedepankan Penggunaan Tekonologi
Berita Baru, Jakarta – PLT Kaprodi Politeknik Ketenagakerjaan Moch. Aly Taufiq mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 SDM Angkatan kerja Indonesia lebih mengedepankan penggunaan tekonologi.
“COVID bukan lagi hambatan. Itu adalah suasana baru saja, dulu bertemu sekarang tidak bertemu, tentunya Angkatan kerja mengalami budaya baru,” kata Taufiq dalam Webinar Ngopi Daring Nasional, Selasa (24/8).
Dalam diskusi yang bertajuk “Resiliensi Nasional; Dinamika SDM Angkatan Kerja di Masa Pandemi” itu, Taufiq juga menyampaikan, saat ini angkatan kerja Indonesia harus mampu beradaptasi dari situasi yang tidak biasa.
“Saya mengikuti tiga acara yang berselisih waktu sedikit, kalau tidak ada COVID-19 enggak bisa itu,” Taufiq mencontohkan apa yang dilakukan dirinya saat pandemi.
Atas dasar itulah, menurut Taufiq orang dengan lingkungan baru akan mengalami shock Culture yang dapat menyebabkan kepusingan, kebingungan, ketidakpastian, dan bahkan di dunia kerja akan terjadi PHK kepada karyawannyanya.
“Bagaimana beradaptasi dengan budaya baru? Yang pertama honeymoon period masa awal pandemic. Ternyata setelah sekian lama masa euphoria, mangalami crisis period, muncul perasaan yang tidak menyenangkan,” tuturnya.
Ia pun memprediksi angkatan kerja mengalami adjustment period, masa mulai sadar, terbuka dengan kondisi baru, kita meningkat Kembali masa biculturalism Period, masa adaptasi penuh.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua BNSP Miftahul Aziz menyebut beberapa tantangan yang akan dihadapi dunia kerja di era kebiasaan baru akibat pandemi COVID-19.
Menurut Aziz, setidaknya ada empat yang menjadi tantangan. Pertama kondisi Bonus Demografi yang mana puncak usia produktif akan terjadi pada sekitar tahun 2024.
“Harus dimanfataakan dan dipersiapkan sebaik mungkin. Setidaknya kita bisa meniru negara Jepang yang telah berhasil memanfaatkan Bonus Demografi,” ungkapnya.
“Kedua adalah tantangan MEA, akan jadi bebas keluar masuk. Ketiga, Industry 4.0. lompatan industry yang tantangannya yang menuntut kompentensi baru. Keempat adalah COVID-19 yang tidak bisa melihat secara pesimis, memang cukup berdampak pada ketenaga kerjaan kita,” tambahnya.
Sehingga dengan situasi dan kodisi tersebut, kata Aziz, dunia Industry harus menyesuaikan karena apabila salah mengambil langkah kebijakan akan berdampak meningkatkan pengangguran.
Lebih jauh dia menjelaskan, untuk membangun satu ekosistem ketenagakerjaan harus optimis dan meningkatkan kompetensi untuk masuk ke persaingan pasar tenaga kerja.
Menurut Aziz, kalua SDM angkatan kerja pesimis terlebih dahulu untuk bersaing, ujung-ujungnya akan putus asa, sementara pasar kerja membutuhkan SDM yang mulitkompetensi, kolaboratif, dan adaptif terhadap perkembangan yang ada.
“Kita butuh adaptif dan Industry ini terus berubah. Tempat saya kerja membutuhkan hal yang baru. Orang banyak memiliki kompetensi yang berkembang. Komputer dulu ada Dos, sekarang tidak ada lagi yang memakainya. Artinya, ini terus berkembang dan adaptif,” tandasnya.
Selanjutnya, Senior Associate Consultan PPM Management Kumala Insiwi Suryo menekankan untuk menujukkan komitmen yang konsisten dan tanggung jawab pada diri sendiri, serta menetapkan program reskilling dan Upskillling yang berdampak positif.
“Kemudian identifikasi skill gaps, proaktif membangun kebiasaan belajar, dan terus menerus mencari dan menyesuaikan strategi, dan cara yang lebih tepat, dan lebih tepat,” terang Kumala.
Ia pun menegaskan, metode yang harus dilakukan bagi setiap individu angkatan kerja adalah melakukan belajar mandiri. Karena, lanjutnya, setiap kesempatan adalah pembelajaran, serta menfokuskan pembelajaran pada peningkatan kapabilitas untuk menghasilkan kinerja.
“Melaksanakan pembelajaran dengan berbagai metode, magang, dan mengikuti program sertifikasi” tukas Kumala.