Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Anggotanya Dianggap Lecehkan Peserta Aksi IWD, KASBI Meminta Maaf
(Foto: Teen Talk)

Anggotanya Dianggap Lecehkan Peserta Aksi IWD, KASBI Meminta Maaf



Berita Baru, Jakarta – Peserta aksi woman’s march 2020 alami pelecehan saat aksi peringatan International Woman’s Day pada hari minggu, 8 Maret, di depan  pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Para peserta menyampaikan aspirasinya melalui poster dengan berbagai macam pesan, seperti “lawan patriarki”, “sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”, sampai penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja yang dirasa menindas perempuan.

Aksi pelecehan tersebut disampaikan oleh beberapa peserta melalui twitter. Neno, salah satu peserta women’s march mengutarakan kejadian tersebut melalui akun pribadinya @nenonenoo.

 “Pertama, mereka (pelaku pelecehan seksual) menertawakan sign saya karena ada kata dan gambar ‘VAGINA’ di dalamnya. Kedua, mereka menunjuk-nunjuk saya karena saya pakai crop top dan ada teman saya yang juga pakai tank top. Ketiga, mereka membicarakan saya dengan muka merendahkan karena saya jalan bareng beberapa teman LGBT,” kata akun Twitter @nenonenoo (8/3).

“Aksi yang biasanya jadi safe space jadi tempat yang nggak nyaman.”

Tyas, sebagai perwakilan Perempuan Mahardhika yang turut serta dalam aksi tersebut mengiyakan pelecehan seksual terjadi selama aksi berlangsung. Perempuan Mahardhika juga membuka layanan pengaduan bagi korban-korban pelecehan seksual. “Bentuk-bentuk pelecehan yang dilaporkan kepada kami kebanyakan adalah catcalling, pengambilan foto diam-diam, serangan pandangan mata, dicolek, dan dikomentari ekspresinya,” kata Tyas kepada Asumsi.co (9/3).

Pelaku catcalling dikatakan termasuk peserta aksi. “Pelakunya merupakan bagian dari peserta aksi. Saat ini kita sedang dalam posisi menginvestigasi kasus-kasus ini,” kata Tyas.

Aksi IWD atau women’s march yang sebelumnya hanya diselenggarakan oleh organisasi Women’s March Jakarta, tahun ini diselenggarakan oleh lebih dari 60 organisasi yang tergabung dalam Koalisi GERAK Perempuan. “Tahun ini Women’s March Jakarta melebur dalam aksi IWD yang diurus GERAK Perempuan. Jadi WMJ tidak berada di panitia inti,” kata perwakilan Women’s March Jakarta kepada Asumsi.co (9/3).

Aksi dengan tagar #GERAKPerempuan dan #IWD2020 ini membawa enam tuntutan, yaitu: (1) tuntaskan kasus kekerasan terhadap perempuan, (2) bangun sistem perlindungan komprehensif bagi perempuan, (3) cabut kebijakan diskriminatif gender, (4) sahkan RUU PKS & RUU Perlindungan PRT, (5) Tolak Omnibus Law, RKUHP, RUU Ketahanan Keluarga, dan (6) hentikan agenda pembangunan yang berpihak pada investor.

Struktur kepanitiaan yang baru juga berdampak pada wujud aksi. Neno mengatakan bahwa orasi yang dulunya terpusat di satu titik kini bisa berlangsung dibeberapa titik sepanjang perjalanan. Isi orasi pun dikatakannya berat sebelah ke beberapa tuntutan. “Di #iwd2020 ketika yang dibawa issue perkosaan, HIV, dan LGBT, we get wooed and laughed,” kata Neno. “Saya sebagai peserta @womensmarchjkt di #iwd2020 merasa issue-issue di tuntutan tidak banyak diwakilkan oleh orasi-orasi yang disampaikan.”

Menurut Neno, aksi itu cenderung menyentil omnibus law dan pembangunan sebagai isu yang terpisah dengan keadilan gender. “Menurut aku kemarin mereka terlalu fokus di dua isu itu. Padahal, dari awal ada empat isu lainnya. Dan semua saling berhubungan,” lanjut Neno. Perempuan Mahardhika pernah mengungkapkan konsep fleksibilitas dan “easy hiring, easy firing” UU Cipta Kerja telah mengabaikan aspek-aspek kerentanan pekerja perempuan. Banyak buruh perempuan di pabrik garmen yang berstatus kontrak dan menerima upah di bawah minimum provinsi. Hingga kini, hak cuti haid, cuti hamil, dan cuti melahirkan bagi perempuan juga banyak dilanggar oleh perusahaan.

“Semangat fleksibilitas ketenagakerjaan ini membuat hak-hak khusus perempuan diabaikan dalam pembahasan RUU ini, dan semakin memberikan kerentanan pada perempuan,” kata Mutiara Ika Pratiwi selaku Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, dikutip dari Magdalene.co.  

WMJ, sebagai bagian dari penyelenggara, turut kecewa dengan adanya kasus pelecehan seksual yang telah terjadi. “Kami kecewa dan sangat mengecam perilaku peserta aksi yang melecehkan perempuan dan kelompok minoritas. Hal ini selalu kami tindak keras dalam aksi-aksi WMJ dan kami sangat marah dengan kejadiannya,” kata WMJ dalam rilis pernyataannya di Instagram.

“WMJ bergabung dengan aksi IWD di bawah pimpinan GERAK Perempuan dengan harapan bisa berjalan bersama untuk menyuarakan aspirasi dan tuntutan yang sama. WMJ juga secara sadar memposisikan diri sebagai aksi massa yang ramah pada semua peserta, terlepas dari umur dan abilitas—sehingga insiden-insiden ini tidak dapat kami tolerir.”

Ketua Umum KASBI (Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia), Nining Elitos,  yang ikut dalam aksi IWD kemarin turut buka suara. Ia turut menyesalkan catcalling yang terjadi. “Tindakan tersebut memang salah dan tidak terpuji. Jika benar yang melakukan adalah anggota KASBI, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada kawan-kawan korban dan aliansi GERAK Perempuan,” kata Nining.

KASBI tiap tahunnya juga ikut berpartisipasi merayakan IWD. Sebab, mereka paham bahwa isu-isu kesetaraan gender berkaitan erat dengan hak-hak pekerja. “Setiap 8 Maret, KASBI bersama serikat buruh lain biasanya melakukan aksi peringatan IWD, menyampaikan tuntutan sebagai pekerja perempuan, perempuan rumah tangga, dan lain-lain. Kami juga punya departemen perjuangan perempuan yang aktif melakukan diskusi dan pendidikan soal perspektif gender,” lanjut Nining.

Nining juga tidak memungkiri bahwa pemerataan pemahaman soal keadilan gender butuh proses. Terdapat sekitar 2.500 anggota KASBI yang hadir dalam IWD kemarin. Mereka berasal dari berbagai kota dan sektor. Ada pula serikat-serikat buruh lain yang hadir, seperti KPBI (Komite Politik Buruh Indonesia), KSN (Konfederasi Serikat Nasional), SGBN (Sentral Gerakan Buruh Nasional), SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi), dan lainnya. “Buruh masuk ke dalam serikat buruh berangkat dari persoalan hak-hak dasar: persoalan upah, kebebasan berserikat, upah lembur dan cuti tidak dibayar, hak cuti melahirkan dan haid tidak diberikan. Butuh proses bagi mereka untuk paham betul soal perspektif gender,” kata Nining kepada Asumsi.co (9/3).

Terlepas dari siapa pelakunya, pelecehan seksual adalah persoalan serius. “Siapa pun yang melakukan pelecehan tidak dapat ditolerir,” kata perwakilan WMJ. Namun, WMJ menekankan persoalan ini bukan untuk mendelegitimasi kelompok-kelompok tertentu. “Ini bukan isu buruh vs perempuan. Kami kompak dengan para buruh, yang kami kecam adalah tindakan pelecehan,” tegas WMJ.

Tyas dan Neno sepakat bahwa perjuangan atas hak pekerja hingga hak asasi manusia tidak dapat dilepaskan dari perjuangan atas kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan seksual. “Faktanya, angka pelecehan seksual di dunia kerja masih sangat tinggi. Pembangunan yang berpihak pada investor juga merugikan semua orang,” kata Neno. “Isu kesetaraan gender harus diaplikasikan dalam membangun pergerakan. Catcalling tidak dapat dianggap remeh. Apa pun alasannya,” tegas Tyas