Anggota Baleg DPR RI, Luluk Nur Hamidah Perjuangkan Pasal Kekerasan Seksual Online dalam RUU TPKS
Berita Baru, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah menegaskan pasal soal Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau pelecehan seksual di ruang digital dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sangat dibutuhkan untuk melindungi korban.
Menurut legislator yang akrab disapa Luluk, pasal soal KBGO menjadi sangat penting di era yang serba digital saat ini. Bahkan, trauma korban KBGO bisa jadi lebih lama karena sulitnya upaya penghapusan atau penghilangan konten di dunia digital.
“Ketika kita masuk ke society 4.0, orang tidak lepas dari dunia digital dan sudah menjadi kebutuhan sehari-sehari. Maka kekerasan yang di darat itu beralih ke kekerasan yang elektronik, yang digital. Nah sama besarnya dan trauma bisa long life karena jejak digital hanya kekuasaan super yang menghapusnya, korban pasti tidak pada posisi yang punya kuasa itu. Kecuali atas perintah Undang-Undang,” kata Luluk dalam rapat Baleg DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3).
Sebagaimana diketahui, pihak pemerintah menghapus Pasal 5 Draft RUU TPKS yang di antaranya mengatur soal KBGO. Belum ada penjelasan detail soal alasan penghapusan itu, namun DPR mengaku akan memperjuangkan pasal soal KBGO agar tetap ada di RUU TPKS.
Luluk menyebut, di dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dikirimkan pemerintah, pasal soal KBGO dihapus dan justru merujuk pada Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini dinilai mengkhawatirkan, karena para korban nantinya tidak berani melaporkan ketika dihadapkan oleh UU ITE.
“Kita akan perjuangkan, pasal 5 khususnya. Bukan sekedar itu tetap dipertahankan tetapi juga disempurnakan berdasarkan masukan dari banyak pihak. Karena memang ragam dari kekerasan seksual yang berbasis online sangat banyak sekali,” terangnya.
Lebih lanjut menurut Luluk, pasal tersebut nantinya tidak hanya pada pelecehan seksual, tapi mulai dari grooming yang itu korbannya bisa anak-anak, bisa orang dewasa dan bisa siapapun. “Termasuk juga sebenarnya ini beririsan dengan kejahatan ke industri pornografi,” pungkas Luluk.