Anggia Erma Rini Desak Pemerintah Evaluasi Program Kartu Prakerja
Berita Baru, Jakarta – Pada tanggal 26 Februari 2020 Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja.
Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto resmi membuka pendaftaran program Kartu Pra Kerja melalui konferensi pers pada Sabtu (11/4). Dalam kesempatan tersebut diikuti oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
“Pada malam hari ini, hari Sabtu kami akan mengumumkan pembukaan pendaftaran program kartu prakerja melalui sistem resmi program kartu prakerja”. Kata Airlangga Hartarto lewat video conference.
Airlangga menjelaskan bahwa pelaksanaan program Kartu Pra Kerja ini bersifat open source melalui pendaftaran online pada situs prakerja.go.id. Ini merupakan perubahan dari skema offline yang awalnya disebutkan pelaksanaannya diprioritaskan pada beberapa provinsi.
“Sekarang skemanya open source, tidak ada lagi kuota per wilayah. Pekerja harus aktif, mereka yang akan dapat adalah mereka yang mendaftar”. Kata Airlangga.
Setelah pendaftaran gelombang I ditutup, banyak keluhan datang dari masyarakat yang merasa kesulitan untuk mengakses program tersebut. Menjelang pembukaan gelombang II, penolakan mulai bermunculan.
Perhatian serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU, Anggia Erma Rini. Menurut aktivis perempuan muda tersebut, program Kartu Prakerja sangat tidak tepat untuk diterapkan di masa pandemi COVID-19.
“Pemerintah harus mendengar betul masukan berbagai elemen masyarakat”. Tuturnya
Anggia menjelaskan bahwa PP Fatayat NU menerima banyak keluhan dari masyarakat yang merasa kesulitan mengakses program Kartu Prakerja tersebut. Berdasarkan pengaduan tersebut, ia menggaris bawahi tiga persoalan utama yaitu tidak tepat di masa pandemi, daftarnya susah, dan yang dibutuhkan sembako bukan pelatihan.
“Pertama, pelatihan online dalam prakerja tidak tepat diterapkan saat ini, dan sebaiknya dihapus saja. Kedua, Kedua, daftarnya susah, dan sulit masuk. Ketiga, yang mendesak dibutuhkan masyarakat sekarang adalah sembako, bukan pelatihan”. Terangnya.
Anggota Komisi IX DPR RI tersebut juga menekankan agar pemerintah responsif dan gerak cepat menghadapi permasalahan di lapangan. Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi program Kartu Prakerja, karena teknis di lapangan menunjukkan mekanisme yang ada sekarang riskan dilanjutkan.
“Situasi pandemik sekarang jangan disamakan dengan rancangan awal dulu. Ini sangat berbeda. Pemerintah harus gerak cepat mengevaluasi peruntukannya”. Tegasnya.