Amnesty International Indonesia Ungkap Larangan Jalsah Salanah Jemaah Ahmadiyah di Kuningan Langgar Prinsip Keberagaman
Berita Baru, Jakarta — Amnesty International Indonesia mengecam keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang melarang pertemuan tahunan Jalsah Salanah Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor. Keputusan tersebut dinilai bertentangan dengan komitmen keberagaman dan kerukunan yang dijunjung dalam Konstitusi Indonesia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyayangkan kebijakan tersebut, terutama karena bertentangan dengan pidato Presiden Prabowo dua hari sebelumnya. “Sangat disayangkan kejadian intoleransi ini terjadi hanya berselang dua hari setelah Presiden menggaungkan pentingnya keberagaman dan kerukunan sebagai token persatuan masyarakat Indonesia,” ujarnya sebagaimana termaktub dalam siaran pers yang diterbitkan pada Jumat (6/12/2024).
Larangan ini dikeluarkan melalui surat dari Penjabat Bupati Kuningan tertanggal 4 Desember 2024, yang menyebutkan bahwa kegiatan Jalsah Salanah dilarang demi menjaga kondusifitas daerah. Larangan tersebut diperkuat oleh surat dari Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan pada 5 Desember 2024, yang memberi batas waktu hingga pukul 17.00 WIB kepada pengurus Jemaah Ahmadiyah untuk menghentikan segala persiapan kegiatan.
Menanggapi hal tersebut, Usman Hamid menilai alasan ‘kondusifitas daerah’ tidak dapat diterima. “Alasan melarang kegiatan tersebut, yakni ‘demi menjaga kondusifitas daerah,’ tidak dapat diterima dan mencerminkan represi atas kemerdekaan untuk menjalankan agama sesuai keyakinan masing-masing yang dijamin oleh Konstitusi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Usman menekankan bahwa larangan ini merupakan bagian dari pola diskriminasi sistematis yang terus dialami Jemaah Ahmadiyah di Indonesia. “Ini bukan pertama kalinya negara menunjukkan sikap intoleran dan diskriminatif terhadap warga Jemaah Ahmadiyah. Dalam berbagai kesempatan, tindakan diskriminasi seperti pembubaran kegiatan keagamaan, intimidasi, pengusiran, bahkan persekusi terhadap warga komunitas ini terus berulang,” ujarnya.
Amnesty International Indonesia mendesak Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk mencabut larangan tersebut. “Kami mendesak Bupati beserta jajaran Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk mencabut larangan tersebut. Kami juga mendesak otoritas negara untuk memastikan setiap unit pemerintahan di daerah memberikan jaminan bagi warga Jemaah Ahmadiyah untuk melaksanakan kegiatan Jalsah Salanah tanpa diskriminasi, apalagi jika disertai intimidasi,” kata Usman.
Lebih jauh, Amnesty International meminta pemerintah pusat untuk mengambil langkah konkret dalam melindungi hak-hak warga Ahmadiyah. Salah satu desakannya adalah pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Tahun 2008, yang selama ini menjadi dasar legal bagi pembatasan aktivitas Jemaah Ahmadiyah. “Negara wajib segera mencabut SKB 2008 yang menjadi dasar diskriminasi dan represi terhadap warga Jemaah Ahmadiyah,” tegas Usman.
Keputusan pelarangan ini dinilai bertolak belakang dengan pidato Presiden Prabowo pada acara Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 4 Desember lalu. Dalam pidatonya, Presiden menegaskan pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan dalam keberagaman sebagai kunci menuju kemakmuran bangsa.
Amnesty International Indonesia mencatat bahwa sejak Januari 2021 hingga September 2024, setidaknya terdapat 122 kasus intoleransi di Indonesia. Kasus-kasus ini meliputi penolakan, penutupan, atau perusakan tempat ibadah serta serangan fisik terhadap kelompok minoritas beragama, termasuk Jemaah Ahmadiyah.
Sebagai catatan, hak kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh Pasal 28E (1) dan Pasal 29 (2) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) juga mengakui kebebasan individu untuk menjalankan agama dan kepercayaannya. Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Kuningan belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan pencabutan larangan Jalsah Salanah Jemaah Ahmadiyah. Amnesty International dan berbagai pihak terus mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk mengambil langkah tegas guna menghormati hak-hak kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia.