Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Amnesty Internasional Indonesia

Amnesty International Indonesia Gelar “Diskusi Publik” Soroti Proyek Pembangunan Era Jokowi



Berita Baru, JakartaDiskusi publik bertajuk “Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan: Pembangunan untuk Siapa?” yang diselenggarakan oleh Amnesty International Indonesia, telah resmi dilaksanakan pada Jumat, 16 Agustus 2024. Acara ini digelar secara daring melalui siaran langsung di YouTube dan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dari berbagai bidang.

Diskusi yang berlangsung dari pukul 13.00 hingga 15.00 WIB ini dihadiri oleh Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia; Jaya Darmawan dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS); Mimi Surbakti, Direktur Srikandi Lestari; Uli Arta Siagian dari WALHI Nasional; Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog; serta Once Mekel, seniman dan anggota DPR terpilih.

Diskusi ini berfokus pada evaluasi terhadap proyek-proyek pembangunan yang dicanangkan selama masa kepresidenan Joko Widodo. Usman Hamid menyoroti bahwa proyek-proyek strategis nasional (PSN), seperti pembangunan bendungan, food estate, kawasan industri, hingga Ibu Kota Nusantara (IKN), telah menimbulkan dampak negatif yang besar. “Pembangunan yang diklaim berhasil oleh Jokowi ini, lebih mencerminkan keberhasilan yang semu. Agenda pembangunan bersifat elitis, bukan demi kepentingan rakyat,” ujar Usman.

Jaya Darmawan dari CELIOS mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah telah menginvestasikan banyak dalam pembangunan infrastruktur, dampak positif yang diharapkan, seperti peningkatan performa logistik dan penyerapan tenaga kerja, belum terwujud. “Setelah 10 tahun masa jabatan Jokowi, performa logistik Indonesia masih tertinggal dari negara-negara ASEAN,” kata Jaya. Ia juga menyoroti hilirisasi nikel yang lebih menguntungkan pihak tertentu daripada rakyat.

Mimi Surbakti, Direktur Srikandi Lestari, menekankan bahwa pembangunan di era Jokowi sering kali mengabaikan masyarakat lokal, terutama yang berada di kawasan terdampak proyek. Ia mengungkapkan bahwa banyak pejuang lingkungan yang berusaha melindungi hak-hak komunitasnya justru dikriminalisasi. “Masyarakat sama sekali tidak diberi ruang dalam perencanaan pembangunan,” tegasnya.

Uli Arta Siagian dari WALHI Nasional menambahkan bahwa dampak lingkungan dari eksploitasi sumber daya alam akan terasa selama ratusan tahun. Ia menyebut bahwa 64% wilayah daratan Indonesia sudah dibebani izin industri ekstraktif, dan 13% wilayah pesisir telah dikuasai. “Janji Nawacita Jokowi berujung menjadi Nawadosa,” ujarnya, mengkritisi bahwa pembangunan justru mengancam rakyat.

Sastrawan dan sosiolog Okky Madasari juga memberikan pandangannya. Ia menyoroti pentingnya fokus pada pembangunan manusia, yang menekankan pada kualitas intelektual, pemenuhan hak-hak dasar, serta kebebasan berpikir dan berekspresi. “Pembangunan hanya ditujukan untuk penguasa. Sudah saatnya kita mulai berfokus pada pembangunan manusia,” tegas Okky.

Sementara itu, Once Mekel sebagai seniman dan anggota DPR terpilih menyatakan bahwa kalau dari ranah peraturan, sebenarnya kebebasan seniman dalam berekspresi itu cukup baik. Hak untuk berekspresi sebenarnya sudah dilindungi. Namun, tergantung bagaimana di lapangan.

Diskusi ini menggambarkan ketidakpuasan terhadap arah pembangunan selama masa pemerintahan Jokowi, yang dianggap lebih menguntungkan segelintir pihak dan merugikan masyarakat luas, terutama mereka yang terdampak langsung oleh proyek-proyek besar pemerintah.