AGPAII Jateng Dorong Guru dan Pengawas Berpaham Toleran
Berita Baru, Jakarta – Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) bekerjasama dengan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana PAI Universitas Wahid Hasyim Semarang dan Wahid Foundation menyeleggarakan Webinar dengan tajuk “Menjadi Guru PAI dan Pengawas yang Rahmatan Lil Alamin” Sabtu (06/2).
Ketua AGPAII Jateng Muhammad Akhsan dalam sambutannya berharap kegiatan yang dipelopori oleh AGPAII Jateng ini tidak hanya terlaksana satu kali, namun terus berlanjut guna meningkatkan kapasitas guru PAI.
“Kami harap kegiatan seperti ini dapat berlanjut dengan kerja sama yang baik antara asosiasi guru dengan stake holder lain yang dapat mendukung peningkatan kapasitas guru PAI, baik di Jawa Tengah maupun di daerah-daerah lainnya,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi saat menjadi pembicara dalam forum tersebut mengatakan acara yang diselenggarakan AGPAII Jateng ini merupakan hal yang sangat penting, ia berharap acara seperti ini dapat terus dilaksanakan kedepannya guna menjawab tantangan yang di hadapi oleh guru-guru.
Dalam kesempatan itu, Hamdi menyinggung terkait terbitnya SKB tiga menteri yang mengatur pakaian di lingkungan sekolah negeri. Ia mengatakan hal itu merupakan hal yang positif dan memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam menjalankan keyakinannya masing-masing.
“SKB ini memiliki nada positif dan menjadi angin segar bagi kita untuk meneguhkan wajah Islam rahmatan lil alamin yang kita idam-idamkan,” tutur Hamdi.
Hamdi menegaskan bahwa Islam Rahmatan Lil Alamin harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik khususnya guru PAI sebagai tanda bahwa Islam adalah agama yang indah dan terus selaras dengan perkembangan zaman.
“Islam Rahmatan lil Alamin akan tetap sesuai dengan kondisi zaman apapun, tergantung-cara kita bagaimana mengkontekstualisasikan ajarannya,” jelas Hamdi.
Lebih lanjut, Abdi Kurnia Johan saat menyampaikan materinya mengatakan bahwa mahasiswa ketika memasuki gerbang Universitas sangat rentan mengikuti ideologi-ideologi radikal.
Abdi berpesan kepada Guru PAI agar menyiapkan siswa di Sekolah agar memiliki pengetahuan keislaman yang toleran agar tidak goyah ketika menjadi mahasiswa yang dihadapkan dengan ideologi-ideologi lain.
“Terlihat sekali mahasiswa baru di era ini saya melihat cara berpikirnya sudah ideologis, ini terlihat dari diskusi kelas yang kami selenggarakan secara rutin setiap pekan. Ideologisnya adalah mereka sudah datang dengan cara berpikir sendiri yang menurut saya memiliki keunikan,” jelasnya.
Abdi menceritakan, ketika ia berdiskusi tentang agama dan budaya, mereka banyak menyampaikan kritik terhadap tradisi-tradisi keagamaan di masyarakat, seperti tahlil, ziarah, dan lainnya.
“Ketika mereka menyampaikan itu, mereka membuat kesimpulan bahwa kegiatan yang dilakukan masyarakat bukan bagian dari agama Islam. Ini yang saya lihat selama kurang lebih sepuluh tahun,” terang Abdi.