Jaksa Pinangki Dituntut 4 Tahun Penjara, ICW Galang Petisi
Berita Baru, Jakarta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum jaksa bernama Pinangki Sirna Malasari mengguncang dunia penegakan hukum di Indonesia, pada tahun 2019 silam.
Jaksa Pinangki diduga telah menerima imbalan USD500.000 dari USD1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Sugiarto Tjandra sebagai imbalan atas jasa pengurusan fatwa Mahkamah Agung.
Fatwa itu dimaksudkan agar Djoko S Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, sehingga ia dapat kembali ke Indonesia hanya untuk menjalani vonis dua tahun penjara.
Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020) silam, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pinangki dengan pasal berlapis.
Mengacu pada surat dakwaan tersebut, Pinangki diduga telah menggunakan uang dari Djoko S Tjandra sebesar USD444.900 setara dengan Rp6.219.380.900. Sehingga Pinangki didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan dijerat pasal 3 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dalam kaitan dengan upayanya menjanjikan atau memberikan uang senilai USD10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, ia diduga telah melakukan permufakatan jahat bersama Djoko S Tjandra dan Andi Irfan Jaya karena telah menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara agar memuluskan fatwa.
Atas dugaan tersebut Pinangki didakwa pasal 15 jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tindak Pidana Korupsi subsider pasal 15 jo pasal 13 UU Tipikor.
Hanya Dituntut 4 Tahun Penjara
Dalam sidang lanjutan pada Senin dua pekan lalu (11/1), Pinangki dituntut empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yanuar Utomo ketika itu menyebut Pinangki telah terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang, dan melakukan pemufakatan jahat secara sekaligus terkait kasus pengurusan fatwa MA untuk Djoko S Tjandra.
“Menuntut supaya manjelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah,” ucap JPU Yanuar ketika membacakan tuntutan.
JPU menjerat Pinangki dengan pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pasal 3 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, pasal 15 jo pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
ICW Minta Pinangki Dihukum Berat
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan JPU terhadap Pinangki tersebut terlalu ringan. Oleh karena itu mereka menggalang petisi dan dukungan publik untuk mendesak Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko untuk memberikan hukuman berat kepada Pinangki.
“Untuk itu, Indonesia Corruption Watch mengajak teman-teman untuk meminta Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko #HukumBeratJaksaPinangki, tulis ICW dalam petisi yang dimuat oleh Change.org pada Senin (25/1).
Sebelumnya ICW juga mensinyalir adanya upaya untuk melindungi Pinangi oleh Kejaksaan Agung ketika korps tersebut menyelidiki dan menyidik sendiri perkara tersebut, termasuk menutup akses pemeriksaan Komisi Kejaksaan, tidak menyerahkan perkara ke KPK, serta adanya keinginan memberikan bantuan hukum.
“Bau tidak sedap juga muncul ketika Kejaksaan Agung menyelidiki dan menyidik perkara itu. Benar saja, seperti yang telah diprediksi sejak awal, Kejaksaan Agung itu terlihat ingin melindungi Pinangki,” lanjut ICW.
Menurut ICW, petisi yang mereka buat tersebut merupakan bagian dari partisipasi masyarakat untuk mendorong adanya penegakan hukum yang objektif.