Kebangkitan Industri Perkapalan dan Pengiriman China
Berita Baru, Jakarta – Industri perkapalan dan pengiriman China bangkit. Mereka mendominasi seluruh rantai pasokan maritim global. Mereka memliki sepertiga kapal dunia, memproduksi 96 persen dari kontainer pengiriman dunia, mempunyai 80 persen dari derek kontainer ship-to-shore (STS), dan 7 dari 10 pelabuhan tersibuk dunia berada di China – di samping kekuatan Angkatan Laut-nya.
Kebangkitan itu bermula tatkala China mulai bergabung menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 2001. Sepuluh tahun berselang (2011), nilai perdagangan China meroket di posisi US$30 triliyun, tumbuh 140 persen.
Rencana strategis Made in China 2025 dan Belt and Road Initiative (BRI), dan sebagainyalalu menjelma visi progresif. Triliyunan bantuan keuangan dari pihak negara maupun swasta mengalir deras.
Raksasa pengiriman dunia COSCO Shipping Corporation ‘dinasionalisi’ menjadi BUMN (2015), dan begitu juga dengan China Merchant Group (2016). Berkolaborasi apik dengan kekuatan maritim Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), industri dan militer maritim China menjadi ‘penguasa’ lautan dunia.
Dunia dibuat kalang kabut, termasuk Amerika Serikat. Upaya-upaya seperti pemberian sanksi ekonomi, intimidasi di Laut China Selatan, serta membatasi pergerakan perusahaan (misalnya Huawei) terlihat kurang bertaring. Kasus yang benar-benar berbeda jika dibandingkan dengan Venezuela yang terpuruk seketika ketika mendapatkan sanksi AS.
Beragam analisis dikeluarkan oleh para ahli kenapa itu terjadi. Salah satu analisis yang menarik terkait kebangkitan industri maritim China dikeluarkan oleh think-thank kenamaan AS, yaitu Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Analsis yang ditulis oleh Jude Blanchette, dkk., berjudul Hidden Harbors: China’s State-backed Shipping Industry berangkat dari titik sistem keuangan China yang baru, di mana China ‘seakan’ merevisi pemahaman kapitalisme yang sudah usang.
Mereka mengunakan data laporan 47 perusahan China yang berstatus terbuka tahun 2007-2019, yaitu: 11 perusahaan pengiriman, 24 perusahaan manajemen pelabuhan, dan 12 perusahaan pembuatan kapal.
Meskipun terdapat keterbatasan data – disebabkan oleh ketertutupan dan ketidak jelasan sistem ekonomi politik China – CSIS memperkirakan bahwa kebangkitan industri maritim China dipicu tidak hanya oleh subsidi dari pemerintah, melainkan juga dari swasta, baik langsung maupun tidak langsung. Seperti subsidi tunai, pembiayaan murah dan penggalangan dana, insentif dan konsesi pajak, menghambat perusahaan asing, konsolidasi industri yang diarahkan negara, transfer teknologi paksa, hingga ‘pencurian kekayaan intelektual’.
Tulisan ini akan menyarikan analisis dari Jude Blanchette dkk,. dalam publikasinya di website resmi CSIS. Secara detil, CSIS menjelaskan ada beberapa jenis bantuan pemerintah China dan swasta untuk memicu kebangkitan industri perkapalan dan pengiriman, yaitu: subsidi langsung, biaya peminjaman (cost of borrowing), infusi ekuitas, pinjaman dan sewa, pemangkasan birokrasi dan perlindungan hukum.
Pertama, subsidi langsung yang diberikan pemerintah China. Biasanya berupa pembayaran tunai dan potongan harga untuk pajak dan retribusi. Subsidi berasal dari berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat pusat (semacam Kemenhub) hingga di tingkat lokal.
Tabel 1. Usia rata-rata Kapal Milik China. (Sumber: CSIS)
Menariknya, meskipun status industri perkapalan China adalah milik negara namun subsidi langsung nampak menyebar secara merata merata antara perusahaan publik dan swasta sebagai persentase dari keseluruhan pendapatan.
Kedua, biaya peminjaman. CSIS mengakui memang tidak punya banyak data tentang jenis bantuan ini. Tidak ada perhitungan pasti. Namun, ditemukan beberapa bukti bahwa banyak perusahaan perkapalan menikmati biaya peminjaman. Misalnya, menurut data dari Wind Financial Terminal, terdapat US$ 20,9 miliar obligari yang diterbitkan perusahaan pelayaran dan pembuatan kapal China. Dan perusahaan milik negara China membayar rata-rata suku bunga 0,5 persen lebih rendah untuk obligasi mereka yang beredar.
Ketiga, infusi ekuitas. Penjualan ekuitas perusahaan kepada investor luar adalah hal biasa di semua ekonomi kapitalis maju. Namun, perusahaan yang berstatus milik negara dapat menjual ekuitas di bawah bimbingan pemilik dan regulator utama mereka, Negara atau Komisi Pengawasan Aset dan Administrasi Negara Dewan Negara China (SASAC).
Tabel 2. Infusi Ekuitas: Subsidi dari sumber lain? (dalam US$ miliar). (Sumber: CSIS)
Hal ini kemudian memungkinkan negara bisa mengarahkan masing-masing perusahaan milik negara untuk berinvestasi di perusahaan milik negara lainnya. SASAC pada dasarnya dapat mengalihkan dana ke perusahaan atau industri yang dianggap penting secara strategis atau akan berjuang di bawah kondisi pasar yang berlaku.
Keempat, pinjaman dan sewa. Pemberi pinjaman dan sewa dalam industri pengirimanan terbesar di China adalah bank-bank milik negara. Misalnya saja, di tahun 2018, Bank Ekspor-Impor (China Eximbank) dan Bank of China yang merupakan pemberi pinjaman pengiriman pertama dan keempat dunia.
Dalam hal pinjaman, pada tahun 2018, China Eximbank memberikan kredit ekspor resmi sebesar US$ 39 miliar (di semua industri), jumlah yang melebihi gabungan tiga agensi kredit ekspor terbesar dunia berikutnya.
Lalu dalam hal sewa, Bank China juga memberikan dukungan signifikan melalui program leasing. Pada tahun 2007, Komisi Regulasi Perbankan China (sejak direstrukturisasi menjadi Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi China) mengizinkan kelompok perusahaan pertama untuk mulai menyewakan.
Tabel 3. Kebaangkitan Keuangan Pengiriman China. (Sumber: CSIS).
Mereka yang memanfaatkan program ini di antaranya adalah Bank Industri dan Komersial China (ICBC), China Merchants Bank, Bank of Communications, dan China Minsheng Bank. Sekarang, mereka merupakan empat perusahaan leasing keuangan terbesar China. Portofolio pengiriman gabungan mereka telah tumbuh dari sekitar US$ 6 miliar pada 2011 menjadi US$ 32 miliar pada 2018.
Tabel 4. Keuangan Pengiriman China vs Amerika Serikat (total portofolio dalam US$ miliar)
Sewa dapat menjadi pilihan yang menarik bagi perusahaan yang tidak memiliki akses ke pembiayaan langsung. Tarif lebih tinggi, tetapi persyaratannya lebih lama, dan sewa juga dapat memberikan keuntungan pajak dan akuntansi, terutama untuk perusahaan China.
Kelima, pemangkasan birokrasi dan perlindungan hukum. Pemerintah menyerukan kepada perusahaan untuk memanfaatkan cost, insurance, freight (CIF) untuk ekspor dan Free on Board (FOB) untuk impor.
Sederhananya, jika perusahaan mengekspor dengan persyaratan CIF, berarti perusahaan itu mengatur, menanggung dan bertanggung jawab atas transportasi, sedangkan jika mengekspor dengan persyaratan FOB, berarti importir mempertahankan kontrol kargo.
Dengan seruan ini, berati pemerintah China berusaha untuk ‘memberdayakan’ perusahaan-perusahaan China dalam hal bagaimana keputusan ekspor dan impor dibuat.
Di sinilah yang menarik. Biasanya, dalam sistem kapitalis yang digunakan oleh negara maju, menyerahkan keputusan ekspor-impor pada pasar. Namun, China menyerahkan keputusan itu pada ‘negara.’
Selain mengatur kebijakan ekpor-impor, pemerintah China juga membantu perusahaan-perusahaan domestik secara massal melalui Merger & Akuisisi (M&A) dengan cara yang tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan asing baik di China maupun di negara asal mereka di mana undang-undang antimonopoli yang lebih ketat membatasi perilaku anti persaingan. Misalnya saja, penggabungan dua konglomerat pengiriman terbesar China COSCO Group dan China Shipping Group pada tahun 2016.
Gambar: Industri Perkapalan China Meningkat dengan Dukungan Negara.
(Sumber: CSIS).
Strategi-strategi pemerintah China dalam melakukan kebangkitan industri perkapalan dan pengiriman China tersebut pada dasarnya ‘tidak berbahaya’, bahkan banyak yang diuntungkan. Namun, Jude Blanchette, dkk., mengingatkan, dalam jangka panjang, dengan mendominasinya China dalam berbagai sektor beresiko mendistorsi pasar dan struktur harga hingga menghalangi inovasi global di sektor-sektor strategis.
Sumber | CSIS |