Menghidupkan Kembali Budaya Literasi Kaum Millenial di Tengah Deras Arus Globalisasi
Edi Junaidi Ds
Jurnalis TIMES Indonesia
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan secara online oleh Badan Pusat Statistic Republik Indonesia (BPS RI) disebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah berada di kisaran 271 juta jiwa. Dari jumlah penduduk Indonesia yang menunjukan angka populasi masyarakat yang sangat padat ini, apakah sudah bisa dipastikan bisa mengakses ilmu pengetahuan dengan mudah terutama di bidang literasi.
Untuk itu, Saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh William Shakespeare di atas bahwa sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi (kecakapan menyaring informasi) di dalam aktivitas keseharian masyarakat sebagai persiapan menjalani hidup di abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat.
Berbicara budaya literasi masyarakat tentu kita tidak akan pernah terlepas dari pembahasan peran pemuda, sebab pemuda atau generasi millenial akan menjadi penerus orang tua dalam siklus kehidupan dalam setiap negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ketika Indonesia memasuki abad ke-21 millenial ini dituntut semakin kretatif agar bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Salah satu cara terbaik untuk menunjang daya kreatif teesebut maka millenial harus memiliki kemampuan literasi yang kuat.
Menurut mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI), Muhadjir Effendy pada tahun 2017 dia mengatakan bahwa sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia.
Kata dia, keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan global.
Dengan apa yang dikatakan Pak Muhadjir ini bisa disimpulkan bahwa jika para generasi muda atau millenial Indonesia yang memiliki peran vital di abad 21 tidak sadar literasi maka Indonesia sedang dalam kondisi darurat. Kenapa bisa disebut darurat sebab perkembangan globalisasi terus meningkat produk-produk IT terbaru dikembangkan oleh berbagai ilmuan di dunia dan generasi millenial kita tidak mampu beradaptasi dengan mereka karena tidak dilengkapi dengan kemampuan membaca setiap peristuwa dab informasi yang datang ke Indonesia. Bisa dipastikan jika millenial dalam hal ini tidak disadarkan tentang pentingnya literasi ini maka bangsa Indonesia akan selamanya menjadi objek jajahan negara lain, baik itu dijajah secara ekonomi budaya.
Seperti disadari bersama bahwa dalam memasuki era globalisasi bangsa Indonesia dintuntut agar bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Teknologi hadir dengan berbagai kecanggihanya, hadirnya produk-produk IT seperti Smartphon, Laptop, Komputer hingga Virtual Acount menjadi tantangan berat bagi generasi millenial Indonesia. Kehadiran produk teknologi tersebut sebagai pertanda bahwa kemampuan literasi atau kecakatan generasi millenial dalam menyaring setiap informasi yang diterima lewat teknologi harus ditingkatkan.
Sulitnya mengontrol secaara langsung terhadap informasi yang diterima generasi millenial menjadi tantangan terberat bagi orang tua di abad 21, kecuali setiap individu generasi millenial kita dibekali dengan ilmu bagaimana menyikapi dan memberi langkah yang tepat dalam mengunaan produk teknologi salah satunya adakah menghadirkan literasi digital bagi generasi millenial kita. literasi digital adalah ilmu pengetahuan tentang cara memahami informasi seputar teknologi dan perkembanganya. Mengapa kehadiran Literasi Digital dinilai sangat Penting? Tujuanya adalah untuk berpartisipasi di dunia modern, literasi digital sangat dibutuhkan, sama seperti menulis, membaca, berhitung, atau disiplin ilmu lainnya. Individu yang paham literasi digital akan mampu memproses informasi, memahami pesan, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
Seperti hasil riset yang yang dilakukan oleh Mitchell Kapoor, seorang pengusaha teknologi di Amerika Serikat. Dia mengatakan bahwa generasi muda di dunia yang memiliki keahlian untuk mengakses media digital, saat ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung dengan bertambahnya materi/informasi yang disajikan di media digital yang sangat beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012).
Sedangkan di Indonesia saat ini, perkembangan jumlah media tercatat meningkat pesat, yakni mencapai sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers hanya sekitar 243 media. Dengan demikian, masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya berita tersebut. Hal ini terindikasi dari semakin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran berbagai gawai (gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.
Namun, di sisi lain, perkembangan media digital juga memberi peluang bagi millenial untuk berkreatifitas dan mencari keuntungan, seperti meningkatnya peluang bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja baru berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak.
Perkembangan pesat dunia digital yang dapat dimanfaatkan adalah munculnya ekonomi kreatif dan usaha-usaha baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan biaya promosi dari barang dan jasa yang dipasarkan karena tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu.