Pejuang Lingkungan Dikriminalisasi, Walhi Kalteng Tolak Putusan PN Sampit
Berita Baru, Palangkaraya – Koalisi Keadilan untuk Penyang menolak putusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit atas Kasus perkara pidana “kriminalisasi” pejuang agraria dan lingkungan Desa Penyang pada Senin, 15 Juni 2020.
Majelis Hakim memutuskan bahwa James Watt dan Dilik telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyuruh dan turut serta melakukan perbuatan secara tidak sah memanen hasil perkebunan.
James Watt dikenakan Pasal 107 huruf d UU Perkebunan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, yakni menyuruh melakukan perbuatan secara tidak sah memanen hasil perkebunan dan dijatuhi hukuman penjara 10 bulan dengan dipotong masa tahanan. Sedangkan Dilik dikenakan pasal 107 huruf d UU Perkebunan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, yakni turut serta melakukan perbuatan tidak sah memanen hasil perkebunan dan dijatuhi hukuman penjara selama 8 bulan dipotong masa tahanan.
Tiga pejuang agraria dan lingkungan Desa Penyang, James Watt, Dilik, dan Almarhum Hermanus, menjadi korban kriminalisasi yang dilatar belakangi oleh sengketa lahan antara warga dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Warga Desa Penyang tengah memperjuangkan pemulihan hak atas lahan bekas berladang mereka yang telah dirampas oleh PT. HMBP (Hamparan Masawit Bangun Persada), anak perusahaan Best Group International, sejak tahun 2005.
“Upaya kriminalisasi menjadi skema jahat yang seringkali dilakukan oleh perusahaan untuk membungkam perjuangan warga dalam menuntut hak-haknya”. Kata Dimas Novian Hartono, aktivis WALHI Kalteng sekaligus juru bicara Koalisi.
Koalisi ini terdiri dari 23 organisasi masyarakat sipil di Kalimantan Tengah, 10 organisasi Nasional, dan 19 organisasi Internasional.
Dimas mengatakan bahwa koalisi dengan tegas dan berani menyatakan ketidaksetujuan terhadap hasil putusan PN Sampit atas James Watt dan DIlik yang dipimpin Hakim Ketua H. Akhmad Fijiarsyah Joko Sutrisno, S.H., M.H., serta Ega Shaktiana, S.H., M.H. dan Ade Satriawan, S.H., M.H. sebagai Hakim anggota.
“Selain sangat melukai rasa keadilan, juga telah membuktikan bahwa perjuangan untuk mendapatkan keadilan sangatlah tidak mudah bagi masyarakat korban hadirnya investasi monokultur sawit di bumi Kalimantan”. Tutur Dimas.
Koalisi menilai, lanjut Dimas, keputusan PN Sampit tersebut sangat jelas penuh dengan kepentingan Perusahaan PT. HMBP. Mereka menilai Majelis Hakim dalam membuat putusan sama sekali tidak mempertimbangan fakta-fakta persidangan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan dengan melakuan penggarapan dan penanaman diluar izin (IUP dan HGU).
“Kami menyerukan kepada masyarakat adat Dayak, warga Provinsi Kalimantan Tengah, masyarakat Indonesia, aktivis, dan organisasi lingkungan dan HAM untuk turut menolak dengan keras putusan PN Sampit terhadap James Watt dan Dilik”. Pungkasnya.