Tiga Petinggi Sunda Empire Didakwa Sebar Hoaks dan Terancam 10 Tahun Penjara
Berita Baru, Jakarta — Pengadilan Negeri Bandung menggelar sidang perdana secara virtual terkait kasus 3 petinggi Sunda Empire yakni Nasri Banks, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Ranggasasana. Tiga petinggi Sunda Empire berada di ruang tahanan Mapolda Jabar, sementara majelis hakim dan jaksa penuntut umum tetap berada di ruang sidang
Dalam Sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mendakwa tiga petinggi kekaisaran fiktif Sunda Empire telah menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.
Selain itu, jaksa juga mendakwa Nasri Banks yang mengaku sebagai Perdana Menteri, Raden Ratnaningrum sebagai Kaisar, dan Ki Ageng Ranggasasana sebagai Sekretaris Jenderal dalam kekaisaran fiktif itu, telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat,” kata Jaksa Kejati Jawa Barat Suharja, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (6/18).
Kerajaan fiktif itu, Jaksa menjelaskan, didirikan oleh terdakwa Nasri Banks bersama Ratnaningrum sejak tahun 2003, namun pada saat itu mereka belum melakukan rekrutmen anggota untuk bergabung. Menurutnya, rekrutmen anggota baru terjadi selama kurun waktu tahun 2007 hingga 2015, dengan jumlah anggota yang berhasil dihimpun mencapai 1.500 orang.
Selain itu jaksa juga mengungkapkan bahwa untuk menjadi anggota Sunda Empire, para calon anggota cukup menyerahkan identitas kartu tanda penduduk dan foto identitas. Kemudian mereka merancang kartu tanda pengenal Sunda Empire yang memiliki biaya Rp100 ribu, serta seragam Sunda Empire yang biayanya Rp600 ribu.
“Seluruh biaya tersebut dibebankan kepada anggota,” ungkap jaksa.
Meski para terdakwa mengetahui secara sadar bahwa Sunda Empire bukan merupakan bagian dari sejarah, lanjut Jaksa, namun para terdakwa selalu menyampaikan hal tersebut dalam setiap acara pertemuan dengan anggotanya.
“Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran dan kegaduhan di masyarakat, khususnya masyarakat Sunda, karena pemberitaan bohong tersebut bagi sebagian masyarakat menganggap benar adanya,” jelasnya.
Atas perbuatan itu, Jaksa mendakwah ketinganya dengan tiga pasal, yaitu; pertama, Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua Pasal 14 (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan ketiga dengan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.