Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Koalisi Masyarakat Sipil
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang dianggap sebagai momentum refleksi penting bagi TNI di tengah isu-isu demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

Koalisi Masyarakat Sipil Kritisi Kemunduran Reformasi TNI di Tengah Peringatan HUT ke-79



Berita Baru, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang dianggap sebagai momentum refleksi penting bagi TNI di tengah isu-isu demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Dalam siaran pers bertajuk “Refleksi HUT TNI ke-79 dalam Konteks Demokrasi dan HAM,” Koalisi menegaskan adanya ancaman kemunduran reformasi TNI yang dapat mengganggu proses demokratisasi di Indonesia.

Peringatan HUT TNI yang ke-79 mengangkat tema “TNI Modern Bersama Rakyat Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju.” Namun, Koalisi mengkritik bahwa di balik capaian modernisasi alutsista dan pemisahan TNI dengan Polri, komitmen terhadap reformasi TNI masih jauh dari harapan.

“Kemunduran reformasi TNI merupakan ancaman nyata bagi demokrasi,” tegas Koalisi dalam siaran pers yang diterbitkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) pada Senin (7/10/2024). Salah satu penyebab utama dari kemunduran tersebut adalah lemahnya kontrol sipil terhadap TNI. Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, tidak ada capaian signifikan terkait reformasi TNI. Hal ini diperburuk oleh keterlibatan TNI dalam program-program sipil seperti Food Estate, yang menyalahi fungsi utamanya sebagai alat pertahanan negara.

Selain itu, revisi Undang-Undang TNI yang diusulkan, dinilai berpotensi memperkuat Dwifungsi TNI, sebuah praktik yang mengembalikan peran TNI di ranah politik dan sipil. Beberapa pasal dalam rancangan revisi tersebut bahkan mengarah pada perluasan peran TNI di luar tugas utama, termasuk peran sebagai aparat penegak hukum dan penghapusan larangan bagi TNI untuk terlibat dalam bisnis.

“Pemerintah dan parlemen seharusnya mendorong reformasi, bukan justru mengembalikan Dwifungsi TNI,” ujar Koalisi, menegaskan pentingnya penghapusan peran ganda TNI di ranah sipil dan penegakan hukum.

Koalisi juga menyoroti persoalan kekerasan dan impunitas di tubuh TNI. Berdasarkan catatan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terdapat 64 kasus kekerasan dan pelanggaran HAM oleh anggota TNI dalam periode Oktober 2023 hingga September 2024. “Selama UU Peradilan Militer belum direvisi, impunitas terhadap pelanggaran hukum oleh anggota TNI akan terus berlanjut,” tambah Koalisi.

Lebih lanjut, keterlibatan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), seperti di Papua dan pengamanan Proyek Strategis Nasional (PSN), juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap UU TNI yang mengatur ruang lingkup operasi militer.

Koalisi mendesak pemerintah untuk kembali pada mandat reformasi 1998 dan menjadikan revisi UU TNI sebagai langkah untuk mendorong demokratisasi TNI. “Kami meminta Presiden dan DPR RI untuk memprioritaskan agenda reformasi TNI, demi menjaga demokrasi dan kedaulatan negara,” tutup pernyataan Koalisi.