FITRA Kritik Tidak Adanya Fokus Transformasi Hijau dalam RAPBN 2025
Berita Baru, Jakarta – Dalam pidato keterangan pemerintah mengenai RUU APBN Tahun Anggaran 2025, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya “Stabilitas, Inklusivitas, dan Keberlanjutan” untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Menanggapi hal tersebut, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bersama Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pendanaan Ekologis (KMS-PE) menilai bahwa perhatian terhadap transformasi hijau dalam APBN 2025 masih kurang memadai. Meskipun pemerintah sudah memasukkan isu tersebut, konsistensi dalam implementasi kebijakan masih diragukan.
Dalam siaran persnya, Senin (19/8/2024) FITRA merekomendasikan beberapa langkah untuk memperbaiki situasi ini. Pertama, FITRA mendorong pendekatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tidak merusak sumber daya alam, menghindari dampak negatif yang memerlukan biaya pemulihan di masa depan.
“Ini penting agar pertumbuhan ekonomi tidak menimbulkan dampak negatif yang memerlukan alokasi anggaran lebih besar untuk cost recovery atau mitigasi di masa depan,” demikian dikutip dari rilis FITRA.
Kedua, mereka mengusulkan pergeseran dari pendapatan yang merusak alam ke paradigma konservasi yang menghasilkan revenue, dengan memanfaatkan skema pembiayaan campuran untuk mendukung transisi energi. Pemerintah diharapkan lebih inovatif dalam meningkatkan pendapatan sembari tetap mendukung transformasi ekonomi hijau.
Ketiga, FITRA menekankan perlunya meningkatkan anggaran untuk perlindungan lingkungan hidup dalam APBN dan APBD, yang selama ini mengalami penurunan meskipun total belanja negara meningkat. Alokasi anggaran untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus sesuai dengan amanat UU No. 32 Tahun 2009.
Keempat, mereka merekomendasikan peningkatan tata kelola dan efektivitas pembiayaan hijau, seperti Green Sukuk atau Green Bond, untuk memastikan skema pembiayaan yang dipilih berdampak positif pada sektor ekonomi dan pencapaian target penurunan emisi GRK. Pemerintah juga diminta untuk mengukur risiko kebijakan pembiayaan guna memastikan pengelolaan APBN yang berkelanjutan, dengan mengutamakan transparansi dan akuntabilitas.