Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

HUT RI Ke-79: Warga dan Aktivis Suarakan Kerusakan Lingkungan Akibat Proyek IKN

HUT RI Ke-79: Warga dan Aktivis Suarakan Kerusakan Lingkungan Akibat Proyek IKN



Berita Baru, Jakarta – Warga dan sejumlah organisasi masyarakat sipil di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menggelar peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang berbeda. Alih-alih merayakan kemegahan, mereka menjadikan momen ini untuk menyuarakan keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan dan pelemahan demokrasi di Indonesia.

Kegiatan dimulai dengan upacara memperingati Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Indonesia, yang diikuti oleh puluhan warga dari beberapa desa serta organisasi masyarakat sipil. Mereka menggelar upacara bendera di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, dan melanjutkan dengan aksi membentangkan kain merah berukuran 50×15 meter bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang. Aktivis Greenpeace juga mengibarkan sejumlah banner dari perahu-perahu kayu yang berparade di bawah jembatan. Beberapa banner tersebut bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100%”, dan lainnya.

Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, mengkritik proyek IKN yang dianggap merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal serta merusak lingkungan.

“Permintaan maaf Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan kemarin tidak ada artinya setelah satu dekade pemerintahannya membawa Indonesia makin jauh dari cita-cita kemerdekaan. IKN yang dia banggakan nyatanya merupakan proyek serampangan dan ugal-ugalan yang merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal, tapi memberikan karpet merah untuk oligarki,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis resmi Greenpeace, Sabtu (17/8/2024).

Sebelum pembangunan IKN, Kalimantan Timur telah menjadi korban eksploitasi besar-besaran. Arie juga menyebutkan bahwa kolusi antara pemerintah dengan oligarki sawit dan bubur kertas menjadi pendorong utama deforestasi dan perampasan tanah masyarakat adat. Data Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa sekitar 20 ribu hektare hutan di area IKN hilang dalam lima tahun terakhir. Meskipun Jokowi bertekad menjadikan Nusantara sebagai “forest city,” upaya tersebut dinilai hanya sesumbar tanpa aksi nyata dalam melindungi hutan alam yang tersisa.

Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, menyebutkan bahwa proyek IKN merupakan “wajah paripurna dari ilusi kemegahan” perayaan kemerdekaan ke-79. Menurutnya, pembangunan IKN tidak hanya memicu konflik agraria dan kerusakan ekologis, tetapi juga mengancam keanekaragaman hayati.

“Fakta lapangannya, seperti konflik agraria, dampak ekologis hingga kriminalisasinya dikaburkan. Proyek pembangunan IKN juga melahirkan silent victims, seperti orangutan, bekantan, pesut, dan keanekaragaman hayati di lanskap Teluk Balikpapan,” katanya.

Pembangunan IKN telah memicu kerusakan lingkungan, termasuk pembabatan mangrove di hulu Teluk Balikpapan yang mengganggu ekosistem fauna lokal. Mappaselle, Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Balikpapan, menegaskan bahwa kebijakan ini menunjukkan masyarakat pesisir belum merdeka dalam mengelola wilayah mereka sendiri.

“Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk habitat flora dan fauna di sekitarnya, kian rentan dikorbankan untuk pembangunan oligarki,” katanya.

Selain dampak lingkungan, proyek IKN juga membebani keuangan negara. Pemerintah telah mengalokasikan Rp72,3 triliun dari APBN untuk proyek ini, sementara upacara peringatan HUT RI ke-79 di IKN menghabiskan Rp87 miliar. Meike Inda Erlina, Juru Kampanye Trend Asia, menyatakan bahwa Jokowi mewariskan beban ekonomi dan kerusakan ekologis kepada rakyat.

“APBN yang seharusnya diinvestasikan untuk kepentingan mendesak kesejahteraan rakyat malah dihambur-hamburkan demi proyek mercusuar yang menyengsarakan rakyat,” ungkapnya.

Pemerintah diharapkan lebih fokus pada pemulihan Kalimantan Timur yang tengah dilanda krisis multidimensi, daripada melanjutkan praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Pemindahan ibu kota negara, tanpa memperhatikan dampak struktural yang lebih luas, berpotensi menciptakan masalah baru di Jakarta maupun di Penajam Paser Utara.