Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

masyarakat sipil

Masyarakat Sipil Lawan Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan



Berita Baru, Yogyakarta – Masyarakat sipil mulai menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pemberian izin konsesi tambang kepada organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan. Beberapa tokoh, akademisi, dan praktisi menilai bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menjadi korban politik dagang Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pihak-pihak berkuasa.

Penolakan ini disampaikan sejumlah organisasi masyarakat sipil; Indrayana Center for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm bersama Keluarga Muslim Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (KMFH UGM) dalam diskusi bertajuk “Konsesi Tambang bagi Ormas Keagamaan, Kepentingan Siapa?”. Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian INTEGRITY Constitutional Discussion #12 (ICD #12) pada Selasa (13/8/2024).

Farid Gaban, jurnalis senior, dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat, terutama karena konsesi yang diberikan adalah tambang bekas. “Mereka itu dapat konsesi tambang bekas dari perpanjangan perusahaan lama. Saya kira yang diberikan kepada NU atau Muhammadiyah bukan tambang yang menguntungkan,” jelasnya.

Dosen Hukum Lingkungan UGM, Totok Dwi Diantoro, menambahkan bahwa ormas keagamaan seharusnya tidak terlibat dalam konsesi pertambangan karena akan kehilangan legitimasi moral mereka sebagai penentang tambang. “Mestinya itu yang harus diadvokasi oleh ormas keagamaan, bukan kemudian justru ikut masuk ke dalam permainan itu,” ujarnya.

Tareq M. Aziz Elven, Associate INTEGRITY Law Firm, menyatakan bahwa pemberian konsesi kepada ormas keagamaan yang didasarkan pada Pasal 83A PP 25/2024 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 75 ayat (3) dan (4) UU 3/2020. “Setiap IUPK yang diterbitkan atas dasar Pasal 83A PP 25/2024 cacat hukum,” tegasnya.

Wasingatu Zakiyah dari Board PWYP Indonesia menekankan bahwa fokus perlawanan seharusnya ditujukan kepada kebijakan pemerintah, bukan ormas keagamaan. “Jika kita mempersoalkan PP 25/2024, kita sesungguhnya melawan negara,” katanya.

M. Raziv Barokah menutup diskusi dengan menyatakan bahwa perlawanan hukum masyarakat sipil ini akan dilanjutkan dengan upaya judicial review ke Mahkamah Agung untuk membatalkan dasar hukum pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan. “Setelah diskusi ini, akan ada upaya judicial review terhadap PP 25/2024,” tegasnya.