Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Update Situasi Penyiksaan 2024 yang diselenggarakan KontraS pada Senin (12/8/2024).
Update Situasi Penyiksaan 2024 yang diselenggarakan KontraS pada Senin (12/8/2024).

KontraS: Penyiksaan oleh Aparat Penegak Hukum di Indonesia Meningkat



Berita Baru, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis laporan situasi terkait penyiksaan di Indonesia pada 26 Juni 2024. Berdasarkan pemantauan mereka, tercatat ada 60 peristiwa penyiksaan yang melibatkan 92 korban, dengan 14 di antaranya merupakan anak di bawah umur. Dalam laporan tersebut, Kepolisian menduduki posisi teratas dengan 40 kasus, disusul oleh TNI dengan 14 kasus, dan sipir dengan 6 kasus.

Menurut KontraS, angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun lalu, mengindikasikan komitmen Indonesia terhadap penghapusan penyiksaan masih sangat minim. Padahal, menurut Pasal 28I UUD 1945, hak untuk bebas dari penyiksaan adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun.

“Hal ini juga diatur dalam Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti Konvensi Menentang Penyiksaan dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Penyiksaan yang masih terjadi adalah bukti nyata pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara,” demikian dikutip dari rilis resmi KontraS, Senin (12/8/2024).

Selama periode Mei-Agustus 2024, KontraS mendampingi tiga kasus penyiksaan di berbagai wilayah Indonesia, yaitu dugaan penyiksaan yang menyebabkan kematian Afif Maulana di Padang, penyiksaan oleh anggota TNI yang mengakibatkan kematian Mikael H. Sitanggang di Medan, serta penyiksaan oleh aparat Kepolisian terhadap I Wayan Suparta di Klungkung, Bali. Dalam ketiga kasus ini, penyiksaan dilakukan oleh aparat sebagai bentuk penghukuman serta untuk mengejar pengakuan dari korban—praktik yang seharusnya dilarang dalam sistem hukum Indonesia.

Selain itu, pemantauan yang dilakukan KontraS selama Juni-Agustus 2024 mencatat 9 peristiwa penyiksaan yang menyebabkan 29 orang terluka dan 1 orang tewas, di mana 15 dari 30 korban tersebut adalah anak di bawah umur. Ini menunjukkan bahwa rata-rata 10 orang menjadi korban penyiksaan setiap bulannya pada periode tersebut, memperlihatkan adanya gejala normalisasi kekerasan oleh aparat.

Fenomena penyiksaan ini merupakan potret buruk penegakan hukum di Indonesia, serta menegaskan urgensi reformasi sektor keamanan secara serius. Praktik penyiksaan tidak hanya melanggar hukum nasional dan internasional, tetapi juga memperlihatkan pola kekerasan yang mengkhawatirkan, khususnya terhadap anak di bawah umur. Kondisi ini menandakan adanya krisis serius dalam penegakan hukum di Indonesia, di mana kekerasan telah menjadi bagian dari kultur institusi keamanan.

Sebagai respons terhadap temuan ini, KontraS merekomendasikan beberapa langkah:

  1. Pengawasan dan akuntabilitas terhadap aparat penegak hukum, dengan penjatuhan sanksi pidana dan etik kepada yang terbukti melakukan penyiksaan.
  2. Memberikan perlindungan komprehensif bagi korban penyiksaan, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan, hukum, dan psikososial.
  3. Melakukan reformasi menyeluruh terhadap sektor keamanan, termasuk mengubah paradigma pendekatan keamanan dari yang berbasis kekerasan menjadi berbasis HAM.
  4. Melakukan ratifikasi secara menyeluruh terhadap Perjanjian Internasional terkait penyiksaan, khususnya Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (OPCAT).