Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

UINAM

Krisis Kebebasan Akademik di UINAM, Aksi Protes Mahasiswa Berakhir dengan Represi dan Kekerasan



Berita Baru, Makassar – Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) sedang menghadapi krisis serius dalam hal kebebasan akademik dan demokrasi. Beberapa hari terakhir, tindakan represif oleh Rektor Hamdan Juhannis telah menorehkan catatan hitam bagi institusi tersebut. Rentetan kekerasan terhadap mahasiswa yang menggelar aksi protes semakin mengundang sorotan.

Pada 5 Agustus 2024, Aliansi Mahasiswa UINAM kembali melakukan aksi protes menanggapi Surat Edaran Rektor Nomor: 259/Tahun 2024, yang dianggap membatasi kebebasan berpendapat mahasiswa. “Kebijakan ini menunjukkan adanya upaya pembatasan kebebasan berpendapat mahasiswa dan mempersempit ruang gerak mahasiswa yang dijamin konstitusi,” tegas Hutomo PBH LBH Makassar. “Kita bisa lihat dalam ketentuan huruf (c) dari Surat Edaran ini, yang mewajibkan mahasiswa mengantongi izin terlebih dahulu baru bisa melaksanakan aksi,” tambahnya, sebagai termuat dalam Siaran Pers LBH Makassar yang rilis pada Kamis (8/8/2024).

Tindakan represif tidak hanya melibatkan aparat kepolisian, tetapi juga satpam kampus. Aksi yang berlangsung di Kampus II dan Kampus I UINAM pada pukul 14.45 WITA berakhir dengan pembubaran paksa. Sekitar 40 orang mahasiswa, termasuk 4 perempuan, dihadapkan pada kekerasan. Satu mahasiswa mengalami luka berdarah, sementara 27 orang lainnya ditangkap oleh Polrestabes Makassar.

Menurut Ian Hidayat dari LBH Makassar, “Tidak masuk akal, mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi harus melewati berbagai urusan administrasi. Wajar saja ada aksi protes, hak mahasiswa sedang direnggut.” Sebelumnya, mahasiswa juga telah menggelar aksi pada 31 Juli 2024, di mana birokrasi kampus menunjukkan arogansinya dengan mengerahkan kekuatan satpam untuk memukuli mahasiswa.

Dalam pantauan LBH Makassar, mahasiswa mengalami berbagai bentuk kekerasan. AM, Koordinator Mimbar, mengalami pemukulan di wajah, F dari Fakultas Syariah dan Hukum menderita tendangan di lutut kanan, AZF dari Saintek mengalami pemukulan di wajah dan badan, serta LR dari Fakultas Adab dan Humaniora dipukul di rahang dan dada. Semua ponsel massa aksi disita dan belasan motor dibawa ke Polrestabes.

Berdasarkan pengakuan mahasiswa, meskipun aksi sudah mengantongi surat pemberitahuan dan tidak mengganggu lalu lintas, kepolisian tetap membubarkan secara paksa. “Polrestabes Makassar harusnya memahami Pasal 7 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,” kritik LBH Makassar, menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hak kebebasan berpendapat.

Pasca penangkapan, mahasiswa yang terlibat juga mendapatkan Surat Panggilan dari Birokrasi Kampus untuk sidang kehormatan. Rahmat dari Jurnalis Kampus Washilah menilai, “Kami bingung kenapa keberatan atas pemberitaan kami, seharusnya mekanisme Hak Jawab bisa ditempuh bukan malah memanggil dengan cara intimidatif.”

Krisis kebebasan berekspresi ini tidak hanya terjadi di UINAM, tetapi juga di Universitas Negeri Yogyakarta yang mengalami hal serupa. “Alih-alih mengedepankan semangat intelektualitas, kampus-kampus ini jelas bukanlah ruang akademis yang mendukung kebebasan berpendapat,” pungkas Rahmat.

Kepala Rektor UINAM, Hamdan Juhannis, dalam video klarifikasinya menjelaskan bahwa Surat Edaran tersebut bertujuan untuk menertibkan kegiatan unjuk rasa mahasiswa, dan tidak akan mencabut surat edaran tersebut. Sementara itu, mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat sipil terus mendesak agar hak kebebasan berpendapat dihormati dan kekerasan di lingkungan kampus dihentikan.