Transparansi Dana Kampanye Pemilu 2024 Dipertanyakan, ICW dan Perludem Temukan Ketidaksesuaian Laporan
Berita Baru, Jakrata – Transparansi pelaporan dana kampanye dalam Pemilu 2024 kembali dipertanyakan. Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), laporan dana kampanye yang disampaikan oleh peserta pemilu dinilai masih sekadar formalitas administrasi. Hal ini terungkap dalam siaran pers ICW dan Perludem pada Selasa (16/72024).
“Jika dilihat dari jenis pengeluaran dana kampanye yang memuat delapan metode kampanye dan tercantum dalam LPPDK, terdapat pasangan calon yang sama sekali tidak melaporkan pengeluaran dana kampanye dalam beberapa bentuk metode kampanye.” Ucap Seira Tamara selaku Peneliti ICW dalam publikasi temuan penelitian secara daring bertajuk “Menyoal Transparansi Dana Kampanye di Pemilu 2024 dan Agenda Perbaikan untuk Pilkada 2024” (12/7/2024).
Menurut ICW dan Perludem, Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang telah disampaikan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden serta partai politik peserta pemilu pada 7 Maret 2024 belum menunjukkan transparansi dan kejujuran dalam melaporkan besaran pengeluaran dana kampanye yang sebenarnya. Kajian dan pemantauan yang dilakukan oleh ICW dan Perludem dengan menyandingkan data dana kampanye yang tercatat dalam LPPDK dan Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka) menunjukkan ketidaksesuaian yang mencolok.
Salah satu temuan penting adalah pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang tidak mencantumkan pengeluaran untuk metode kampanye rapat umum, pembuatan/produks iklan di media massa cetak, elektronik, media sosial, dan pemasangan alat peraga kampanye (APK). Padahal, pasangan ini diketahui telah mengadakan lima kali rapat umum di beberapa daerah, termasuk kampanye akbar di Jakarta International Stadium (JIS) pada 10 Februari 2024. Sedangkan untuk metode rapat umum pasangan Prabowo-Gibran mengeluarkan dana Rp21,62 miliar, sementara pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengeluarkan Rp124,78 miliar.
Pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang juga tidak mencantumkan pengeluaran untuk metode kampanye pertemuan tatap muka. Dalam laporan kampanye Sikadeka, pasangan ini tercatat telah melakukan 74 dari 100 kampanye pertemuan tatap muka. Sebagai perbandingan, pasangan Anies-Muhaimin yang mengeluarkan dana Rp.1,12 miliar dan pasangan Ganjar-Mahfud mengeluarkan Rp.1,83 miliar untuk metode kampanye ini.
Selain itu, pemantauan dana kampanye di media sosial juga dilakukan oleh ICW dan Perludem melalui fitur Ads Library Meta menunjukkan bahwa pasangan Anies-Muhaimin mengeluarkan Rp444 juta untuk 1.394 iklan, Prabowo-Gibran mengeluarkan Rp778 juta untuk 1.300 iklan, dan Ganjar-Mahfud mengeluarkan Rp829 juta untuk 6.369 iklan. Namun, pengeluaran ini tidak dilaporkan dalam LPPDK.
Dalam pemilihan legislatif 2024, laporan penerimaan dan pengeluaran calon anggota legislatif di setiap tingkatan dikelola oleh partai politik sesuai dengan Pasal 43 PKPU No. 18 Tahun 2023. Namun hasil pemantauan ICW dan Perludem terhadap LPPDK partai politik menunjukkan bahwa sejumlah partai mencantumkan nominal pengeluaran sebesar Rp. 0. Temuan ini mencakup komponen penyebaran bahan kampanye dan pemasangan APK, serta pembuatan bahan atau desain APK. Semua partai politik peserta pemilu (18 partai) mencatatkan biaya Rp. 0 pada komponen-komponen ini, meskipun banyak APK terlihat di berbagai ruas jalan.
“Ini hal yang sangat aneh karena di berbagai ruas jalan, dipenuhi APK baik berupa spanduk maupun poster, dan tidak hanya APK yang mempromosikan caleg, tetapi juga partai politik. Itulah kenapa di elemen LPPDK, ada APK untuk partai dan caleg, tetapi semuanya menulis 0 rupiah untuk pemasangan APK.” Jelas Seira.
Selain itu, berdasarkan penelusuran ICW dan Perludem pada laman Sikadeka milik KPU, didapati informasi bahwa beberapa partai yang mencantumkan pengeluaran Rp. 0 ternyata telah mengadakan kegiatan baik berupa rapat umum, pertemuan tatap muka, maupun pertemuan terbatas. Hal ini juga menimbulkan kebingungan sebab pencatatan dalam Sikadeka berbeda dengan LPPDK.
Seira juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap KPU dan Bawaslu yang tidak melakukan penindakan terhadap partai politik yang melanggar UU Pemilu dan PKPU No. 18/2023. Kondisi ini menunjukkan bahwa peserta pemilu tidak sepenuhnya transparan dan jujur dalam melaporkan pengeluaran dana kampanye.
Ketidakselarasan data laporan kampanye antara Sistem Informasi Dana Kampanye (Sikadeka) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) ini memperlihatkan bahwa peserta pemilu tidak sepenuhnya transparan dan jujur dalam melaporkan pengeluaran dana kampanye. Masih terdapat nominal pengeluaran Rp. 0 dari delapan metode kampanye yang menimbulkan kecurigaan. Hal ini juga menunjukkan kurangnya peran Bawaslu dan KPU dalam memastikan pencatatan kampanye dan pelaporan dana kampanye berbasis fakta di lapangan.
Berdasarkan Siaran Pers Menyoal Transparansi Pelaporan Dana Kampanye 2024, ICW dan Perludem mendesak perbaikan mekanisme pelaporan dana kampanye melalui beberapa langkah:
- Bawaslu harus mempublikasikan data hasil pengawasan dana kampanye dan menyandingkannya dengan laporan dana kampanye yang disampaikan peserta pemilu.
- Mekanisme audit perlu diubah dari audit kepatuhan menjadi audit investigatif untuk memastikan pelaporan dana kampanye tidak hanya formalitas administratif.
- Revisi UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 diperlukan untuk memperkuat regulasi mengenai dana kampanye dengan penegakan sanksi dan pengawasan yang lebih ketat.