Walhi Kecam Penangkapan Petani Pakel, Banyuwangi
Berita Baru, Banyuwangi – Penangkapan Muhriyono, warga Dusun Krajan, Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, pada Minggu malam (9/6/2024), menimbulkan kontroversi dan kepanikan di kalangan warga setempat. Muhriyono dijemput paksa oleh sejumlah orang tidak dikenal di rumahnya. Keberadaannya baru diketahui keesokan harinya di tahanan Mapolresta Banyuwangi setelah warga mendatangi kantor tersebut untuk mencari informasi.
“Menurut anaknya, Muhriyono sedang makan malam. Kami tidak tahu kejadian sebenarnya,” kata Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) Harun saat konferensi pers yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil, Selasa (11/6/2024) lalu.
Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Andrew Vega, menjelaskan bahwa Muhriyono ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pengeroyokan terhadap seorang sekuriti PT Bumisari Maju Sukses (BMS), yang juga warga Pakel. “Sudah ditetapkan tersangka, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Yang bersangkutan ikut melakukan pemukulan terhadap korban,” jelas Andrew Vega, dikutip dari CNN Indonesia.
Andrew menambahkan, kejadian pengeroyokan tersebut terjadi pada Maret 2024. Saat itu, Muhriyono bersama beberapa orang diduga melakukan pengeroyokan dan pemukulan terhadap pekerja perusahaan. “Korban ada yang terkena senjata tajam dan posisinya di kebun,” tambahnya.
Penangkapan ini mendapat kritik dari Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Styawan, yang menyayangkan tindakan tersebut. “Preman, keamanan kebun, dan buruh kebun yang memulai serangan. Mereka merusak, memprovokasi, mengintimidasi, dan melakukan kekerasan. Warga hanya mempertahankan diri,” tegas Wahyu dikutip dari Mongabay, Kamis (27/6/2024).
Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, menyatakan bahwa penangkapan tersebut termasuk kategori penghilangan orang secara paksa dalam durasi singkat. “Tidak diketahuinya keberadaan Muhriyono oleh pihak keluarga hingga satu hari berselang sejak penangkapan, serta tidak adanya kejelasan motif penangkapan menunjukkan untuk menyangkal korban mendapatkan perlindungan hukum,” jelasnya.
Menurut Dimas, pemidanaan terhadap Muhriyono mencederai hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pemenuhan hak atas tanah. “Sengketa lahan warga Desa Pakel dengan PT BMS lebih dulu terjadi, seharusnya penyelesaian menggunakan mekanisme Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, sebelum melakukan penuntutan secara pidana,” tegasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari RTSP, TeKAD GARUDA, KontraS, Walhi Nasional, Walhi Jawa Timur, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan LBH Surabaya, menyampaikan tiga poin penting terhadap kasus ini:
- Kepala Polresta Banyuwangi diminta membebaskan Muhriyono dari tahanan dan menghukum anggota polisi yang melakukan penangkapan sewenang-wenang sebagai upaya menjaga ketertiban hukum di masyarakat.
- Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Markas Besar Polisi Republik Indonesia diminta untuk melakukan pemeriksaan terhadap tindakan berlebihan yang menyimpang aturan hukum yang dilakukan anggota Polresta Banyuwangi.
- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) diminta untuk bertindak proaktif dalam melakukan pengawasan, termasuk memanggil dan memeriksa anggota Kepolisian Polresta Banyuwangi sesuai kewenangan yang dimiliki berdasarkan Perpres Nomor 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional.