Di Tahun 2023, Afrika Barat Mengalami Lebih Dari 1.800 Serangan Teroris
Berita Baru, New York – Afrika Barat mengalami lebih dari 1.800 serangan teroris dalam enam bulan pertama di tahun 2023 ini, mengakibatkan hampir 4.600 kematian serta konsekuensi kemanusiaan mengerikan lainnya.
Hal itu dinyatakan oleh presiden dari Komisi Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), Omar Touray kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Selasa (25/7).
Touray menambahkan bahwa setengah juta orang di 15 negara anggota ECOWAS menjadi pengungsi dan hampir 6,2 juta orang mengalami pengungsian internal.
Tanpa tanggapan internasional yang memadai terhadap 30 juta orang yang membutuhkan makanan di wilayah tersebut, jumlah itu bisa meningkat menjadi 42 juta pada akhir Agustus, tambahnya.
Touray juga menyalahkan kejahatan terorganisir, pemberontakan bersenjata, perubahan pemerintahan yang tidak konstitusional, aktivitas maritim ilegal, krisis lingkungan, dan berita palsu sebagai pendorong ketidakamanan di wilayah tersebut.
Dia mengatakan bahwa wilayah ini khawatir tentang munculnya kembali militer, dengan tiga negara, yaitu Mali, Burkina Faso, dan Guinea, berada di bawah pemerintahan militer.
“Pembalikan dari kemajuan demokratis berjalan seiring dengan ketidakamanan yang telah dihadapi oleh Afrika Barat dan Sahel untuk beberapa waktu sekarang,” kata Touray yang juga merupakan mantan Menteri Luar Negeri Gambia, sebagaimana dikutip dari Associated Press.
Antara Januari dan 30 Juni, terjadi 2.725 serangan di Burkina Faso, 844 di Mali, 77 di Niger, dan 70 serangan di Nigeria yang semuanya menyebabkan 4.593 kematian, menurut Touray.
Dia menambahkan bahwa serangan di Benin dan Togo yang memiliki garis pantai di Samudra Atlantik adalah “indikasi nyata dari ekspansi terorisme ke negara-negara pesisir, sebuah situasi yang menyebabkan ancaman tambahan bagi wilayah tersebut.”
Kepala staf militer ECOWAS telah mengadakan konsultasi untuk memperkuat pasukan siaga regional “dalam cara yang akan memungkinkannya untuk mendukung negara-negara anggota dalam memerangi terorisme dan ancaman terhadap ketertiban konstitusional,” katanya.
Touray mengatakan para kepala staf militer mengusulkan dua opsi, yaitu mendirikan brigade berkekuatan 5.000 orang dengan biaya tahunan sebesar $2,3 miliar atau penempatan pasukan sesuai permintaan dengan biaya tahunan sebesar $360 juta.
Dia mengulangi permintaan Uni Afrika agar operasi perdamaian Afrika menerima pendanaan dari anggaran tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang di mana seluruh 193 negara anggota PBB berkontribusi.
Touray mengatakan rekomendasi staf militer itu dibuat sebelum pemerintah militer Mali menuntut agar pasukan penjaga perdamaian PBB yang berkekuatan 15.000 orang meninggalkan negara itu, yang kemudian diikuti oleh suara bulat Dewan Keamanan pada 30 Juni untuk segera mengakhiri misi tersebut. Mali telah membawa masuk tentara bayaran dari Wagner Group Rusia untuk membantu melawan kelompok bersenjata.
Touray memberi tahu UNSC bahwa para pemimpin ECOWAS akan mengadakan sesi luar biasa tentang perdamaian dan keamanan pada akhir Agustus yang akan dipimpin oleh Bola Tinubu, presiden baru Nigeria yang menjadi ketua blok ini pada bulan Juli ini.
UNSC juga mendapat laporan dari kepala baru Kantor PBB untuk Afrika Barat dan Sahel (UNOWAS), Leonardo Santos Simao, yang mengatakan bahwa situasi keamanan di Sahel tengah, terutama di wilayah perbatasan Burkina Faso, Mali, dan Niger, “telah semakin memburuk, dengan serangan-serangan terhadap warga sipil dan pasukan pertahanan dan keamanan”.
Simao memohon untuk “dukungan yang kuat dan tegas” bagi rencana aksi ECOWAS untuk mengatasi ketidakamanan di Sahel.
Duta Besar Deputi Amerika Serikat, Robert Wood, memberitahu dewan bahwa AS “tetap sangat prihatin dengan kemunduran demokratis di seluruh wilayah ini” dan “sangat prihatin dengan penyebaran ketidakstabilan di pesisir Afrika Barat”.
Dia menuduh Wagner Group melakukan “pelanggaran hak asasi manusia dan membahayakan keselamatan dan keamanan warga sipil, pasukan perdamaian, dan personel PBB”.