Kolaborasi, Kunci Tata Kelola Hutan, dan Lahan Berkelanjutan di Indonesia
Berita Baru, Yogyakarta – The Asia Foundation (TAF) bersama Organisasi masyarakat sipil (OMS) telah melakukan berbagai inisiatif kolaborasi multipihak dalam rangka mendukung program pemerintah untuk upaya pencapaian Forestry and Other Land Use (FOLU) Net-Sink 2030 dan Pembangunan Rendah Karbon.
Perwakilan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Diva Safira mengatakan bahwa salah satu inisiatif tersebut adalah terkait penegakan hukum, di mana pihaknya telah membangun sinergi dan kolaborasi dengan lembaga penegak hukum dan memperkuat kebijakan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
“Salah satunya melakukan perjanjian kerjasama dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK untuk upaya penguatan kebijakan dan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Diva Safira saat menjadi narasumber dalam Talkshow 3, FORESTIVAL dan Pertemuan Koordinasi Mitra SETAPAK 3 di Yogyakarta, Kamis (17/11).
ICEL juga berupaya memfasilitasi penyusunan dua rancangan kebijakan terkait penegakan hukum di sektor hutan dan lahan dengan melakukan asistensi penyusunan peraturan menteri yang berkaitan dengan pengawasan dan pengenaan sanksi administratif.
Di samping itu, ICEL juga telah melakukan penyusunan rekomendasi dalam rancangan peraturan Mahkamah Agung terkait dengan pedoman mengadili perkara lingkungan hidup. Tentu dengan melibatkan berbagai stakeholder, diantaranya ahli dan praktisi.
Praktik baik lainnya terkait penegakan hukum adalah dengan memperkuat kapasitas penegak hukum dan masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan anak muda, dalam melakukan perlindungan dan pengamanan hutan.
“Kami juga melakukan pelatihan review izin untuk masyarakat sipil, anak muda dan kelompok perempuan. Dan juga ada pelatihan pemantauan hutan berbasis android bagi masyarakat dan lain sebagainya,” jelas Diva Safira.
Menanggapi paparan Diva Safira, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ditjen GAKKUM KLHK, Sustyo Iriyono mengatakan bahwa pencegahan lebih diutamakan daripada penindakan dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
Selain itu, Sustyo Iriyono menegaskan bahwa sangat diperlukan kerjasama multipihak untuk menghadapi persoalan pelanggaran hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
“Kita dorong bagaimana aspek pencegahannya itu. Penegakan hukum diperlukan ketika sistem tata kelolanya belum memadai. Harapan kami sebenarnya seiring sejalan, sistem tata kelolanya diperbaiki,” katanya.
Selain di bidang hukum, ICEL dan OMS telah mendorong gender mainstreaming atau pengarusutamaan gender dengan memasukkannya dalam agenda perhutanan sosial dan Ecological Fiscal Transfer (EFT).
“Sudah ada lebih dari 5 kelompok perempuan yang mendapatkan akses dan mengelola persetujuan perhutanan sosial. Selain itu juga mendorong anak muda dalam pengelolaan perhutanan sosial,” jelas Diva Safira.
Diva Safira juga menuturkan bahwa inisiatif lainnya adalah memperkuat perempuan dalam melakukan pemantauan wilayah perhutanan sosial; mengembangkan instrumen penilaian gender dalam agenda tata kelola hutan; dan memperkuat Gender Focal Point (GFP) dan perempuan pembaharu.
Pada gilirannya, Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Plh Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Titi Eko Rahayu menaruh harapan besar adanya penguatan kolaborasi dan sinergi ke depan, antara OMS dengan pemerintah, untuk menyelesaikan kesenjangan gender dalam pengelolaan hutan dan sumberdaya alam.
Kami juga terus mengajak kolaborasi dan sinergi untuk program dan kebijakan yang berkelanjutan, sehingga bisa menyelesaikan ketimpangan gender di bidang lingkungan dan sumber daya alam,” tegasnya.