Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Konferensi pres sikap Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) terkait distribusi minyak goreng. (Foto: Tangkap Layar)

Aturan Minyak Goreng Rugikan Pedagang Pasar Tradisional



Berita Baru, Jakarta – Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai pemerintah tidak adil kepada pedagang pasar tradisional karena kebijakan soal minyak goreng lebih memprioritaskan ritel modern ketimbang pedagang di pasar tradisional.

Sebelumnya, melalui program subsidi kepada rakyat pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng. Yaitu minyak goreng curah ditetapkan menjadi 11.500 per-liter, kemasan sederhana 13.500 per-liter dan kemasan premium 14.00 per-liter.

Namun demikian, APPSI memandang kepedulian Presiden Jokowi terhadap kondisi rakyat kecil yang dihimpit kesulitan ekonomi akibat dari pandemi COVID-19 dan melambungnya harga beberapa kebutuhan pokok itu tidak terealisasi dengan baik.

“Kami sangat menyenangkan implementasi atas kebijakan yang baik tersebut kami rasakan tidak adil dan tidak merata,” kata Ketua Umum APPSI, Sudaryono dalam konferensi persnya, dikutip dari unggahan video 20.detik.com, Kamis (10/2).

Menurut Sudaryono, ketidakadilan itu berawal dari adanya kebijakan atas minyak goreng yang hanya dijual dijual di ritel modern. Sementara di pasar rakyat tidak atau belum jelas kebijakannya sampai sekarang.

“Pemerintah memprioritaskan dan mendahulukan distribusi minyak goreng yang diatur harganya melalui ritel modern  jelas tidak adil bagi pedagang pasar  rakyat,” tegasnya.

Akibat dari pendistribusian kebijakan yang kurang tepat itulah menyebabkan banyak pelanggan pasar tradisional yang pindah belanja ke ritel modern. “Hal ini tentu menguntungkan pasar modern dan merugikan pasar tradisional,” sambungnya.

Sudaryono mempertegas, pada saat kebijakan diberlakukan stok pedagang pasar tradisional masih banyak yang tidak laku dijual. Karena pedagang saat belanja sebelumnya harga minyak goreng masih mahal di-harga 17.000-19000 per-liter.

“Dan harga jual masih di-harga 19.000 sampai dengan 21.000 per-liter,” tutur Sudaryono.

“Pedagang tradisional selalu menjadi pihak yang dipersalahkan setiap kali kenaikan harga komoditi. Sementara ketika ada program subsidi dari pemerintah, pedagang tradisional tidak dilibatkan secara aktif sejak awal,” tukasnya.