70 Lembaga Pendidikan di Jateng Deklarasikan Sekolah Damai
Berita Baru, Solo – Sebanyak 70 Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Tengah (Jateng) mendeklarasikan sekolah damai. Dari 35 kabupaten/kota masing-masing mengirimkan dua sekolah untuk mengikuti sekolah damai.
“Program sekolah damai merupakan program yang kita rancang untuk membangun budaya damai di lingkungan sekolah. Kita menyediakan pelatihan dan berpartisipasi secara langsung untuk menghargai kebhinekaan “ ujar Direktur Eksekutif Yenny Wahid, di SMAN 4 Solo, Senin (24/10)
Yenny mengatakan bahwa fungsi dari sekolah damai untuk mempertahankan kekayaan bangsa Indonesia termasuk ideologi Pancasila maupun konsep kebangsaan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Yenny, anak merupakan calon pemimpin masa depan yang perlu dibekali mengelola kemampuan emosi, kemampuan berekspresi, maupun berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda dengannya.
Ia pun memaparkanx berdasarkan konsep Ki Hadjar Dewantara sekolah untuk anak perlu tiga dukungan, antara lain dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Jika ketiganya itu berkesinambungan, ia yakin bahwa Indonesia akan mampu meraih Indonesia Emas 2045.
“Untuk bisa menuju masa itu, masyarakatnya harus rukun dulu, guyub dulu kalau kita gampang pecah gimana kerja membangun bangsa dan negara? Jadi itu peran anak muda yang akan menjadi pemimpin,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi menyebut pada tahun sebelumnya sekolah damai di Jawa Tengah telah dijalankan di tujuh sekolah diantaranya SMA 5, 7,10, 11,13 Semarang dan SMAN 1 Cepiring Kendal, dan SMA 2 Kendal.
Ia menyebut bahwa sekolah damai merupakan implementasi di lingkungan sekolah dari Peraturan Presiden No.7/2021 terkait aksi nasional pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme.
“Implementasi ini penting untuk dilakukan pencegahan mengidentifikasi sedini mungkin terhadap berbagai bentuk praktik intoleransi di lingkungan pendidikan,” terangnya.
Mujtaba menyebut bahwa sekolah damai bukanlah pembentukan sekolah baru, melainkan memperkuat sekolah yang telah ada dengan mengembangkan budaya damai seperti penerapan kebijakan dan praktik toleransi.
Ia menyebut bahwa dalam menerapkan sekolah damai ada tiga pilar yang diterapkan yakni pilar kebijakan, pilar toleransi dan perdamaian, serta pilar pengelolaan organisasi siswa.
“Ketika sekolah damai berjalan ada modul, ada pokja damai yang mendampingi Training of Trainer (TOT) ke sekolah damai, serta lokakarya untuk memperkuat kurikulum toleransi,” ujarnya.
Adapun Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah (Kesbangpol), Provinsi Jateng, Haerudin mengatakan bahwa sekolah damai sesuai dengan salah satu misi yang disokong oleh Pemprov Jateng yakn membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius toleran dan guyub, untuk menjaga keutuhan NKRI.
Ia mendukung penuh keberadaan sekolah damai sebab di situ tempat yang tepat untuk membangun wawasan kebangsaan.
“Kalau seorang pemimpin dari awal tak memahami kemajemukan, keragaman dan kedamaian itu tidak dipahami secara mendalam, saya kira bangsa ini mau dibawa kemana ?” ujarnya.