5 Fraksi DPR Menolak RUU TPKS, Fatayat NU Prihatin
Berita Baru, Jakarta – Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) terancam gagal disahkan setelah lima fraksi masih menolak dalam proses pengambilan keputusan di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Lima fraksi itu diantaranya PAN, PKS, PPP, Golkar, dan Demokrat.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) Anggia Ermarini merasa heran atas penolakan itu. Padahal memiliki urgensi untuk dapat segera disahkan sebab RUU TPKS mengakomodir kejahatan terkait kekerasan seksual secara spesifik dan menyeluruh.
“Saya prihatin karena RUU yang merupakan salah satu cara massif untuk mencegah kemudharatan kok masih aja ada yang menentang,” kata Ketum PP Fatayat Anggia Ermarini, dikutip dari NU Online, Selasa (30/11).
Anggi, sapaan akrabnya, melihat dampak RUU PKS yang tak kunjung disahkan menimbulkan keresahan dari berbagai pihak, khususnya penyintas kasus kekerasan seksual. Mereka hanya dapat mengandalkan media sosial sebagai wadah untuk menyampaikan kasus traumatis yang dialami.
“Karena belum ada kejelasan hukumnya, akhirnya mereka speak up ke media sosial untuk menyampaikan kerisauannya,” ujar Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Atas dasar itulah, Anggi menyatakan bahwa upaya untuk merealisasikan RUU TPKS menjadi Undang-Undang harus menjadi perjuangan bersama dalam rangka mewujudkan negara yang adil dan makmur, serta aman bagi seluruh masyarakat.
Baginya, kehadiran kebijakan tersebut menjadi salah satu cara negara untuk memberikan tempat yang layak terhadap nilai-nilai kemanusiaan bagi anak bangsa. Sekaligus menjadi bagian perjuangan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang paripurna.
“Kekerasan seksual adalah kasus kedua tertinggi dibanding kekerasan yang lainnya,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu.
Anggi juga berpandangan banyaknya korban yang enggan melaporkan kekerasan seksual karena masalah sosial kultural di masyarakat. Misalnya, saat korban mengaku mendapat tindak kekerasan seksual alih-alih mendapat perlindungan justru malah disalahkan.
“Nah, sistem hukum di kita ini belum mengenal persoalan itu sehingga korban seringkali mengalami reviktimisasi (menjadi korban berulang-ulang). Maka kita punya harapan yang besar terhadap RUU TPKS,” tegasnya