4 Juta Lebih PMI Bekerja Ilegal di Luar Negeri
Berita Baru, Jakarta – Sebanyak 4 juta lebih pekerja migran Indonesia (PMI) bekerja di luar negeri secara ilegal, yang dikirim oleh jaringan sindikat mafia perdagangan orang di Tanah Air.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, saat membuka diskusi publik “Perang Semesta Melawan Sindikat Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia” di Swiss Bell Hotel Batam pada Kamis (6/4/2023) kemarin.
Menurut Benny, menurut data dari World Bank, saat ini terdapat 9 juta orang PMI di berbagai negara, namun hanya 4,6 juta orang yang tercatat secara resmi di BP2MI. Dari jumlah tersebut, 4,4 juta PMI bekerja secara ilegal, yang merupakan hasil dari penempatan tidak resmi oleh mafia di negara ini dan negara penempatan. Mereka adalah PMI tidak berprosedur dan sangat rentan terhadap berbagai risiko eksploitasi, kekerasan fisik dan seksual, pemutusan hubungan kerja sepihak, pemalsuan dokumen, penjualan, dan lainnya.
“Saya mau sampaikan data, berapa sesungguhnya warga Indonesia yang bekerja di luar negeri, menurut World Bank, saat ini terdapat 9 juta orang PMI di berbagai negara, namun hanya 4,6 juta orang yang tercatat secara resmi di BP2MI,” kata Benny.
Benny menjelaskan bahwa PMI yang tercatat secara resmi mendapatkan perlindungan dari negara, yang meliputi identitas, tempat tinggal, negara dan jenis pekerjaan, serta titik koordinat terdeteksi oleh negara. Namun, PMI yang tidak tercatat sangat rentan terhadap risiko tersebut.
“Yang tercatat itu by name, by adress, siapa mereka, mereka dari mana, sedang bekerja di negara mana, apa pekerjaan, berangkat kapan, selesai kapan, titik koordinat terdeteksi oleh negara. Begitulah perlindungan negara kepada pekerja migran yang kita lakukan,” katanya.
Dari data yang ditampilkan oleh Benny, jumlah pekerja migran resmi secara detail berjumlah 4.686.190 orang pada periode 2007 hingga April 2023, dengan jumlah terbanyak di negara Malaysia (1.318.748 orang), diikuti oleh Taiwan, Hong Kong, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Brunei Darussalam, Qatar, dan Oman.
Sementara itu, Menko Polhukam, Mahfud MD menyampaikan selama tahun 2017 hingga 2022, mencatat terdapat 2605 kasus perdagangan orang di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 50,97% korbannya adalah anak-anak, dan 46,14% korbannya perempuan.
“Terjadi peningkatan kasus TPPO setiap tahunnya, hal itu disebabkan maraknya modus operandi kasus TPPO memanfaatkan media sosial dan internet,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan bahwa terjadi peningkatan kasus perdagangan orang setiap tahunnya karena modus operandi kasus perdagangan orang semakin canggih dengan memanfaatkan media sosial dan internet.
BP2MI mencatat bahwa dalam tiga tahun terakhir, mereka telah berhasil memulangkan 91.353 PMI yang terkendala, dengan 80% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Mereka juga menemukan 3.303 PMI yang sakit, di mana 90% di antaranya berangkat secara ilegal.