YLBHI Ungkap Dampak Negatif PSN dan Pengelolaan SDA di Era Jokowi
Berita Baru, Jakarta – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam temuan terbarunya mengungkapkan bahwa proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdampak negatif, menciptakan ketidakadilan, penindasan, kerusakan lingkungan, dan konflik yang meresahkan rakyat.
Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (25/9/2023), YLBHI menyoroti bahwa proyek-proyek tersebut memunculkan berbagai masalah, termasuk pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menyebutkan bahwa pemerintah telah menggunakan kekuatan yang berlebihan terhadap warga yang berjuang untuk mempertahankan tanah, air, dan lingkungan mereka.
“Dalam memenuhi ambisi proyek-proyek ini, negara melakukan serangkaian tindakan represif dan penggunaan kekuatan yang berlebihan kepada warga yang mempertahankan tanah, air, dan ruang hidupnya melalui aparat negara yakni TNI dan Polri,” ungkap YLBHI.
YLBHI menemukan bahwa petani, masyarakat adat, pembela hak asasi manusia, dan pejuang lingkungan telah mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik dan non-fisik, serta kriminalisasi sebagai akibat dari upaya mereka mempertahankan hak-hak mereka.
Selama periode 2017-2023, YLBHI mencatat 106 konflik agraria dan PSN yang ditangani oleh berbagai LBH di seluruh Indonesia. Konflik ini melibatkan wilayah seluas sekitar 800.000 hektare dengan lebih dari satu juta rakyat menjadi korban.
Dalam keterangan YLBHI, sektor perkebunan mendominasi dengan 42 kasus konflik, diikuti oleh sektor pertambangan dengan 37 kasus, dan konflik PSN dengan 35 kasus.
Data juga memperlihatkan bahwa perusahaan swasta, pemerintah daerah, dan Polri terlibat dalam banyak konflik ini, dengan perusahaan swasta terlibat dalam 100 kasus, pemerintah daerah dalam 74 kasus, dan Polri dalam 50 kasus.
YLBHI juga mencatat bahwa tindak kekerasan dilakukan dalam beberapa pola, termasuk intimidasi, kekerasan fisik, pecah belah masyarakat, dan kriminalisasi. Tindakan ini seringkali berlangsung secara bertahap, dimulai dari ancaman hingga tindakan fisik.
Dalam tindakan kriminalisasi, YLBHI mencatat penggunaan berbagai produk hukum, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Minerba, UU No 39 Tahun 2014, UU No 18 Tahun 2013, UU ITE, dan UU Anti Marxisme-Leninisme.
YLBHI bersama 18 LBH mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan proyek-proyek PSN yang dinilai merugikan rakyat dan memicu kekerasan serta pelanggaran hak asasi manusia. Mereka juga mendesak pemerintah untuk menghentikan perampasan tanah rakyat atas nama hak pengelolaan dan klaim tanah negara.
Tuntutan lainnya termasuk menarik seluruh aparat keamanan dari wilayah konflik agraria dan PSN, mencabut UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, menghentikan program reforma agraria palsu, menghentikan kriminalisasi terhadap pejuang agraria dan lingkungan, serta memastikan pemerintah mengimplementasikan mandat konstitusi untuk kemakmuran rakyat, bukan investor.