YLBHI Sayangkan Sikap Aparat Perlakukan Pedemo Seperti Penjahat
Berita Baru, Jakarta – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai penanganan demonstrasi belakangan ini justru mengancam kehidupan berdemokrasi. Dia khawatir jika penanganan demo seperti ini terus berlanjut, Indonesia mengarah pada negara otoriter.
Penangkapan ribuan pedemo di seluruh Indonesia yang menolak UU Cipta Kerja oleh kepolisian dinilai memperlakukan orang yang mengikuti demonstrasi sebagai penjahat.
“Penanganan demonstrasi saat ini, pertama, niatnya untuk menggagalkan atau setidaknya membubarkan demonstrasi,” kata Asfinawati, Rabu (14/10).
Kedua, lanjut Asfinawati memperlakukan orang yang berdemonstrasi sebagai penjahat seolah-olah itu kesalahan atau tindakan terlarang, dibuktikan dengan penangkapan-penangkapan sebelum dan sesudah aksi.
Pada Sabtu (10/10) lalu, Mabes Polri melaporkan sebanyak 5.918 orang ditangkap saat aksi Omnibus Law Cipta Kerja yang digelar Kamis (8/10). Polisi menangkap mereka karena diduga membuat kericuhan. Sebanyak 167 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara pada demo 13 Oktober lalu, polisi menangkap 1.377 orang. Sebagian besar sudah dipulangkan dan ada pula yang diproses hukum karena terindikasi melanggar pidana.
Pihak kepolisian juga akan mencatat dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) para pelajar yang mengikuti demo menolak UU Cipta Kerja, kemudian ditangkap oleh aparat. Mereka terancam sulit mendapatkan SKCK yang biasanya digunakan untuk melamar pekerjaan.
Sementara itu, menanggapi aksi penolakan buruh dan mahasiswa terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, pemerintah justru menilai tuntutan tersebut adalah tidak berdasar dan diklaim ada yang menunggangi.
Sejumlah Gubernur dan DPRD juga mengirimkan surat kepada Presiden untuk mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memicu aksi buruh dan mahasiswa hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Hingga saat ini ada lima Gubernur dan dua Ketua DPRD menyampaikan aspirasi demonstran yang menolak UU Omnibus Law Ciptaker. Mereka adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil; Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa; Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno; Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji; Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi; dan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Abdurrahman Shaleh.
Mereka menyampaikan aspirasi buruh dan mahasiswa, karena dinilai telah merugikan masyarakat, utamanya kelompok pekerja.
Mereka juga mendesak agar Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mencabut atau membatalkan pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker.