TuK Indonesia Ungkap Dugaan Bisnis Keamanan di Industri Sawit dalam Peluncuran Laporan Tragedi Bangkal
Berita Baru, Jakarta – Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA), bersama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan WALHI Kalimantan Tengah pada Jumat (1/11/2024) meluncurkan laporan penelitian berjudul “Di Balik Tragedi Berdarah Bangkal Seruyan: Di Negeri Kami ‘Sawit Lebih Mahal dari Nyawa Manusia’.” Laporan ini memaparkan sisi kelam dari konflik agraria dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Bangkal Seruyan, Kalimantan Tengah, akibat ekspansi industri kelapa sawit.
Laporan yang telah diserahkan kepada Komnas HAM pada 30 Oktober 2024 ini mengungkap sejumlah pelanggaran, mulai dari penembakan warga oleh aparat hingga dugaan bisnis keamanan antara PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) dan pihak kepolisian. “Praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat di desa-desa sekitar areal usaha,” ujar Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalimantan Tengah.
Dalam laporannya, TuK INDONESIA menyebutkan bahwa PT HMBP, anak perusahaan Best Agro International, terlibat dalam berbagai pelanggaran kehutanan. Perusahaan ini diduga membuka lahan ilegal seluas 4.769,52 hektar di kawasan yang seharusnya dilindungi, termasuk di Hutan Produksi dan sempadan Danau Sembuluh. “Kami berharap pemerintah dan pihak terkait segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini demi keadilan dan keberlanjutan bagi masyarakat dan lingkungan di Kalimantan Tengah,” tegas Bayu.
Selain itu, laporan ini juga menyoroti dugaan bisnis keamanan yang melibatkan aparat penegak hukum. Berdasarkan investigasi, ditemukan surat perintah dari Polda Kalimantan Tengah pada 2020 yang mengatur pengamanan di wilayah PT HMBP, termasuk biaya yang harus dibayar perusahaan kepada aparat. Temuan ini mencakup pengerahan hingga 440 personel untuk menghadapi aksi protes warga yang menuntut hak mereka.
Surti Handayani, Staf Bidang Kerjasama Advokasi Internasional dan Respon Kedaruratan PPMAN, menyoroti betapa kelamnya hubungan bisnis dan HAM di Bangkal Seruyan. “Tragedi yang mengakibatkan kematian warga bernama Gijik menunjukkan bahwa kelancaran bisnis lebih penting daripada nyawa masyarakat, dengan dugaan adanya kolaborasi antara perusahaan dan institusi negara,” ungkap Surti.
TuK INDONESIA juga menyoroti peran lembaga keuangan, seperti Bank Negara Indonesia (BNI), dalam mendanai ekspansi kelapa sawit di Kalimantan Tengah. “Dalam periode 2016 hingga Juni 2024, total kredit yang disalurkan kepada taipan sawit mencapai USD 11,07 miliar atau sekitar Rp 157,8 triliun. Salah satu penerima dana tersebut adalah Winarno Tjajadi, pemilik PT HMBP,” kata Linda Rosalina, Direktur TuK INDONESIA.
Linda mengkritik minimnya transparansi dari BNI terkait aliran dana tersebut. “Saat kami meminta informasi ke BNI, respons yang kami dapatkan tidak transparan dan bahkan beberapa permohonan sempat hilang dalam sistem BNI,” jelasnya. TuK INDONESIA menyerukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan pengawasan dan memastikan transparansi dalam pelaporan dampak sosial-lingkungan dari pembiayaan bank. Dengan peluncuran laporan ini, TuK INDONESIA, PPMAN, dan WALHI berharap pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya dapat memperkuat regulasi, mengakui hak masyarakat adat, dan mendorong praktik bisnis yang beretika dan berkelanjutan di sektor kelapa sawit.
Dokumentasi dan laporan dapat diakses melalui tautan berikut:
Tautan Dokumentasi Konferensi Pers
Tautan Siaran Langsung
Tautan Laporan Penelitian