Tujuh Organisasi Bentuk Komite Keselamatan Jurnalis Aceh
- 17/09/2024
- Subscribe
Berita Baru, Jakarta – Sebanyak tujuh perwakilan dari organisasi profesi wartawan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) resmi membentuk Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh. Organisasi ini diharapkan menjadi wadah advokasi, pertukaran informasi, serta ruang untuk gagasan yang mendukung perlindungan jurnalis.
“Kami berharap forum ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antaranggota,” ujar Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh, dalam keterangannya pada Senin (16/9/2024).
Deklarasi KKJ Aceh ini berlangsung setelah diskusi bertema “Advokasi dan Keamanan Jurnalis” pada Sabtu pekan lalu. Deklarator dari organisasi ini terdiri dari empat organisasi profesi jurnalis, yaitu AJI Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh, dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh. Tiga lembaga sipil yang turut terlibat adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Koordinator KKJ Indonesia, Erick Tanjung, menekankan pentingnya kebebasan pers dalam menjaga akses informasi bagi masyarakat. “Tanpa kebebasan pers, publik sangat dirugikan karena mereka kehilangan akses terhadap berita penting yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari,” kata Erick.
Ia juga menambahkan bahwa pers memiliki mandat dari rakyat untuk memantau dan mengawasi berbagai persoalan di negeri ini. Komite ini, menurut Erick, merupakan kolaborasi antara organisasi jurnalis dan elemen masyarakat sipil yang fokus pada kebebasan berpendapat, berekspresi, dan kebebasan pers.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2024, tercatat 40 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pada tahun sebelumnya terdapat 89 kasus serangan terhadap jurnalis dan media, dengan rincian serangan fisik, teror digital, kriminalisasi, dan kekerasan seksual yang menargetkan 83 individu, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media.
Kasus kekerasan ini dapat dibagi menjadi tiga isu utama: akuntabilitas dan korupsi dengan 33 kasus; isu sosial dan kriminalitas sebanyak 25 kasus; serta isu lingkungan dan konflik agraria dengan 14 kasus. Erick mengungkapkan bahwa pelaku kekerasan sebagian besar adalah aktor negara dengan 36 kasus, diikuti aktor non-negara dengan 29 kasus, sementara 24 kasus lainnya tidak teridentifikasi. Selain itu, terdapat lima narasumber yang menjadi target kriminalisasi menggunakan UU ITE, KUHP, dan gugatan perdata.
Mirisnya, hanya dua dari 89 kasus kekerasan yang pelakunya dihukum di pengadilan. Erick menegaskan bahwa pembentukan KKJ penting untuk melindungi kepentingan publik, bukan sekadar menanggapi angka kasus kekerasan.
Di tingkat nasional, KKJ pertama kali dideklarasikan pada April 2019 dan terus berkembang ke berbagai provinsi di Indonesia. Koordinator KKJ Aceh, Rino Abonita, mengingatkan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis sering kali hanya tampak seperti puncak gunung es. “Yang terlihat di permukaan tak mencerminkan jumlah riil yang terjadi,” ujar Rino.