Transisi Energi Tantangan Besar yang Harus Diatasi Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menekankan bahwa upaya transisi energi menuju energi hijau bagi Indonesia adalah tantangan yang kompleks dan tidak mudah dilakukan. Pernyataannya disampaikan dalam acara World Bank Event, Climate Change and Indonesia’s Future, di mana ia menyebut bahwa transisi energi merupakan agenda yang paling sulit, menantang, dan mahal dalam rangka perubahan iklim.
“Jadi saya ingin mengatakan bahwa transisi energi is not easy, karena kebutuhan pembangunan pasti akan continue increasing,” kata Sri Mulyani.
Menurutnya, setiap langkah transisi energi membawa implikasi finansial, ekonomi, sosial, dan politik di berbagai negara. Dalam upayanya, Sri Mulyani sudah berdialog dengan investor dan fund manager besar agar taksonomi energi hijau dan penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara di Indonesia dapat didanai oleh pasar modal.
“Ia mengatakan bahwa mendapatkan teknologi yang bisa menggunakan penciptaan energi baru dan terbarukan tidaklah mudah,” tambahnya.
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa Indonesia, bekerja di dalam konteks ASEAN, membentuk taksonomi agar dapat terus mendorong agenda perubahan iklim tanpa mengorbankan pembangunan dan keberlanjutan.
Kendati demikian, pemerintah telah meluncurkan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai langkah konkret. Dari kerja sama tersebut, Indonesia akan menerima dana sebanyak US$20 miliar atau Rp330 triliun dari sektor publik dan swasta global dengan skema pendanaan berupa pinjaman lunak, hibah, jaminan, dan pinjaman dengan suku bunga pasar.
Sri Mulyani menjelaskan empat objektif utama dari JETP, yaitu mengurangi 290 megaton CO2 pada 2030, mendukung kebijakan pensiunan diri pabrik PLTU batubara, mempercepat peluncuran pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) untuk mencapai target 34 persen pada 2030, serta memberikan dukungan kepada komunitas yang terdampak oleh kebijakan transisi energi.
Terakhir, Sri Mulyani menyoroti bahwa emisi per kapita Indonesia saat ini tergolong rendah di antara negara-negara G20, dengan posisi tiga terbawah setelah Brasil dan India. Pemerintah berkomitmen untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) dan net zero emissions, dengan fokus pada kebijakan dekarbonisasi yang kuat.