Tingkatkan Akses Perempuan Terhadap Layanan Keuangan, Menkeu: Diperlukan Program Khusus!
Berita Baru, Jakarta – Peran perempuan Indonesia dalam perekonomian terus meningkat di saat tingkat kesetaraan gender di Indonesia juga sedikit lebih baik dibanding rata-rata global. Meski demikian, di sektor keuangan masih ada kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal jumlah dan keahlian.
Demikian diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat memberikan pidato kunci pada virtual seminar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) yang ke-74, yang bertajuk ‘Peranan Perempuan Indonesia di Sektor Perbankan dan Jasa Keuangan’, Rabu (21/4).
Menkeu Sri Mulyani mengutip laporan mengenai global gender gap report tahun 2021 yang diterbitkan oleh World Economic Forum. Indonesia, menuritnya, memiliki gender gap index sebesar 0,688. Angka itu sedikit lebih baik dari indeks dunia yang sebesar 0,677.
Menkeu menjelaskan, angka indeks mendekati nol berarti hak laki-laki dan perempuan sangat timpang, dan sebaliknya jika mendekati satu maka terjadi kesetaraan sempurna.
“Dan dengan adanya gender gap kita di 0,688%, tentu kita masih memiliki pekerjaan rumah,” kata Sri Mulyani.
Dengan data tersebut, kata Sri Mulyani, Indeks Indonesia dari sisi gender gap memang sedikit lebih baik dibandingkan indeks dunia. “Artinya Indonesia memang lebih baik dibandingkan rata rata dunia, namun tidak berarti bahwa pekerjaan rumah sudah selesai,” ujarnya.
Lebih lanjut Menkeu menilai sektor keuangan menjadi sektor yang harus melakukan perbaikan dalam hal kesetaraan gender. Sebabnya sektor tersebut masih didominasi oleh laki-laki.
Menurut Sri Mulyani, porsi pekerja perempuan di sektor keuangan yang memiliki keahlian hanya 12%, jauh lebih rendah dibandingkan para pekerja laki-laki yang bekerja di sektor keuangan dan memiliki keahlian yaitu sebesar 28%.
“Jadi perempuan hanya separuhnya atau kurang dari separuh,” ujarnya.
Sementara pada tingkat inklusi keuangan, Sri Mulyani menuturkan bahwa perempuan hanya sebesar 75,2%, juga lebih rendah dari laki laki yang inklusi keuangannya mencapai 77,2%.
“Kalau kita lihat juga dari literasi keuangan perempuan di Indonesia adalah hanya 36% lebih rendah dari laki laki 40%,” jelasnya.
Menurut data yang lain dari Oliver Wyman, seperti diungkapkan Menkeu, pada 2020 perempuan Indonesia menduduki hanya 18% dalam tingkat komite eksekutif.
“Di lembaga keuangan ini lebih rendah lagi. Angka ini tentu berada di bawah rata-rata global, yaitu 20%. Hal ini disebabkan oleh jumlah pekerja perempuan di sektor keuangan yang ternyata hanya 39,5%,” urai Menkeu Sri Mulyani.
Oleh karena itu, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, dibutuhkan program khusus untuk perempuan di lembaga keuangan. Sehingga perempuan mampu meningkatkan peran dalam produk-produk perekonomian dan di industri perbankan.
“Lembaga keuangan belum memiliki program khusus untuk perempuan di dalam rangka meningkatkan akses perempuan terhadap layanan keuangan. Kenapa diperlukan suatu program khusus? Karena memang perempuan sering dihadapkan pada kondisi yang berbeda dengan laki laki,” ujarnya.
“Mereka sering by default melaksanakan kegiatan rumah tangga yang lebih dominan. Dan oleh karena itu, dari sisi akses terhadap layanan keuangan perlu untuk diberikan suatu kekhususan sehingga mereka tidak terhalangi untuk bisa mendapat pelayanan sektor keuangan,” sambung Sri Mulyani.
Acara yang dibuka oleh Direktur Utama LPPI, Mirza Adityaswara juga menghadirkan pembicara dari kalangan eksekutif perempuan di lembaga keuangan, diantaranya Rofikoh Rokhim, Wakil Komisaris Utama BRI yang memberikan paparan mengenai ‘Peluang dan Tantangan Perempuan di Sektor Keuangan’.
Kemudian Friderica Widyasari, selaku Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas yang memaparkan tema ‘Hambatan Terkini bagi Kiprah Perempuan di Sektor Keuangan’.
Dan terakhir adalah Rijani Tirtoso, Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI (Indonesia Eximbank) yang memaparkan materi bertema ‘Perempuan di sektor Keuangan: Penjaga Risiko dan Penegak Governance’. (mkr)