The Economist: Kematian Akibat COVID-19 lebih Tinggi dari yang Tercatat
Berita Baru, Interasional – Sebuah media terkemuka di Amerika Serikat The Economist menurunkan laporan yang mencengangkan pada Sabtu (4/4) yang lalu. Laporan itu mereka berikan judul Kelemahan fatal: Angka Kematian Akibat Covid-19 Lebih Tinggi Dari Angka Resmi.
Sebagaimana keterangan di akhir tulisan, laporan The Economist tersebut diolah dari berbagai sumber di Italia, Prancis dan Spanyol. Sumber-sumber tersebut antara lain Claudio Cancelli, Luca Foresti, L’Eco di Bergamo, El País, INSEE, Santé Publique France, Ministero della Salute, Tuttitalia, Ministerio de Sanidad, Datadista, Instituto de Salud Carlos III, Instituto Nacional de Estadística, dan InTwig.
Di awal laporan, The Economist menyebut bahwa penyebaran Covid-19 paling sering diukur dengan dua angka yaitu berapa banyak orang yang terinfeksi, dan berapa banyak yang telah meninggal. Yang pertama sangat tidak pasti. Beberapa carrier (orang yang terinfeksi virus corona dan menjadi penular_red.) tidak menunjukkan gejala, dan sebagian besar negara tidak menguji orang yang tampak sehat tersebut.
Karena data infeksi tidak dapat diandalkan, para peneliti berfokus pada kematian. Namun statistik terbaru juga mulai menunjukkan bahwa angka kematian yang terekspos sebenarnya lebih kecil dari angka sebenarnya.
“Jumlah resmi kematian akibat Covid-19 masih dipisahkan dengan orang yang meninggal sebelum mereka sempat di tes. Mereka juga mengabaikan orang yang meninggal karena dugaan sebab yang lain. Diperkirakan mungkin karena rumah sakit tidak punya ruang lagi untuk merawat mereka”. Tulis The Economist.
Kelompok yang terakhir sangat besar jumlahnya dalam kasus bencana lainnya. Misalnya, ketika Badai Maria melanda Puerto Riko pada 2017, pemerintah Amerika Serikat hanya mencatat 64 orang yang meninggal dunia. Akan tetapi sebuah penelitian kemudian menemukan bahwa total korban meninggal duni melonjak hampir 3.000 jiwa. Kebanyakan hal terjadi di rumah sakit yang tidak mampu menangani korban.
The Economist menggaris bawahi bahwa analisis semacam itu belum memungkinkan untuk dilakukan bagi negara-negara yang masih berjuang melawan Covid-19. Berdasarkan perhitungan EuroMOMO, sebuah kelompok riset, satu-satunya negara Eropa yang angka kematian totalnya telah meningkat pada 20 Maret adalah Italia.
“Perkiraan ini didasarkan pada sekelompok kota. Sayangnya, Italia tidak memecah kematian akibat Covid-19 berdasarkan kota, sehingga menyulitkan perbandingan kematian akibat Covid-19 dengan total kematian di wilayah yang sama”. Tulis The Economist lagi.
Namun, jurnalis dan cendekiawan selalu memiliki angka sendiri. L’Eco di Bergamo, sebuah surat kabar, telah memperoleh data dari 82 daerah di provinsi Bergamo Italia. Pada bulan Maret 2020, tempat-tempat ini memiliki 2.420 lebih banyak kematian daripada pada Maret 2019. Hanya 1.140 atau kurang dari setengah dari total peningkatan yang dikaitkan dengan covid-19.
“Data adalah puncak gunung es. Terlalu banyak korban tidak dimasukkan dalam laporan karena mereka meninggal di rumah”. Kata Giorgio Gori, Walikota Bergamo, mengatakan kepada L’Eco.
Angka yang sebanding dapat ditemukan di seluruh Eropa. El País, sebuah surat kabar di Spanyol, telah menerbitkan sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Pemerintah, yang menunjukkan bahwa sebenarnya kematian yang terjadi di wilayah Castile-La Mancha adalah dua kali lipat dari jumlah yang dilaporka terkait dengan Covid-19.
Jean-Marc Manach, seorang reporter Perancis, juga telah menemukan perbedaan yang serupa di Departemen Haut-Rhin.
Perbedaan-perbedaan ini dapat menyusut dari waktu ke waktu. Hitungan resmi dari kematian akibat Covid-19 seharusnya dapat diperbarui dengan menambahkan orang-orang yang telah telah dilaporkan meninggal sebelumnya. Karena untuk mengkonfirmasi penyebab kematian saja, kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa hari.
Namun tak dapat dipungkiri, hitungan resmi Covid-19 akan selalu tampak terlalu rendah di tempat-tempat seperti Nembro, sebuah kota Bergamasque yang berpenduduk 11.000 orang. Pada bulan Maret, dilaporkan terdapat 152 kematian di daerah itu, akan tetapi hanya 39 yang dikaitkan dengan Covid-19.
“Hampir semua orang tua beresiko menderita COVID-19. Dan karena itu mereka banyak meninggal dunia”. Kata Luca Foresti, seorang peneliti.
Sumber | The Econoist |