Terpilih Jadi Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar Serukan Persatuan
Berita Baru, Jakarta – Miftachul Akhyar resmi didaulat menjadi Ketua Umum Majelis Ulama (MUI) menggantikan Ma’ruf Amin. Miftachul Akhyar dikenal sebagai sosok ulama yang kerap menyerukan persatuan hingga sempat mendesak pemerintah membuka peta sebaran COVID-19 sampai tingkat kampung.
Dilansir dari situs NU online, Jumat (27/11), Miftachul Akhyar merupakan sosok yang lahir dari tradisi NU. Dia pun mengabdi di NU sejak usia muda hingga mengemban puncak kepemimpinannya sebagai Rais Aam PBNU.
Miftachul Akhyar merupakan pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya. Putra dari KH Abdul Ghoni itu lahir pada 1953 dan merupakan anak kesembilan dari 13 bersaudara.
Sejumlah jabatan pernah diemban oleh Miftachul Akhyar di antaranya Rais Syuriyah PCNU Surabaya 2000-2005, Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2013, 2013-2018 dan Wakil Rais Aam PBNU hingga akhirnya menjadi Rais Aam PBNU.
Saat menjadi Rais Aam PBNU, Miftachul Akhyar sempat mengajak warga NU untuk selalu mengevaluasi metode gerakan NU menghadapi perubahan zaman. Hal ini disebabkan perubahan zaman yang penuh dengan persaingan yang ketat di era Revolusi Industri.
Pada Februari 2020 lalu, Miftachul sempat bicara di acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat. Kala itu, dia mengajak nahdliyin untuk berkumpul di Jakarta dalam rangka jelang 1 abad NU. Seperti diketahui, pada saat itu belum ada kasus Corona di Indonesia.
Kala itu dia memastikan tak ada pidato politik saat nahdliyin berkumpul di Jakarta. Yang ingin dia tekankan adalah semangat menjaga NKRI. Miftachul ingat, pada saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memimpin PBNU, sebanyak 2 juta warga NU berkumpul di Jakarta.
“Di zaman Gus Dur, saat beliau memimpin PBNU, Parkir Timur dipenuhi kurang-lebih 2 juta warga nahdliyin-nahdliyah. Kami sudah matur (bilang) kepada Bapak Presiden, di sana tidak akan ada pidato politik. Hanya mengatakan jaga NKRI,” ucap Miftachul pada 27 Februari 2020 lalu.
Berkumpulnya warga NU di Jakarta dimaksudkan untuk menjaga keutuhan NKRI. Miftachul menjamin tidak akan ada pidato politik pada acara itu.
“Jangan coba-coba mengganggu, mengusik NKRI. Statement itulah jadi maknawiyah nantinya dan, insyaallah, Allah akan menjaga negara kita yang tercinta ini,” katanya.
Di masa pandemi, Miftachul Akhyar juga kerap menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Dia meminta pemerintah untuk lebih detail memetakan zona persebaran virus Corona.
“Pemerintah bila perlu membuka peta zona COVID-19 sampai diperkecil ke tingkat desa hingga tingkat kampung. Biar terlihat mana yang zona hijau, zona kuning, dan zona merah. Ini yang bisa hanya pemerintah, biar rakyat tidak semakin bingung,” kata Kiai Miftachul Akhyar di Surabaya Kamis (09/04).
Dia menjelaskan detail zona tersebut berguna untuk acuan pelaksanaan ibadah di tengah wabah virus Corona.
“Kalau keadaan belum membaik kan jelas. Dalam edaran itu ada kata-kata dalam kondisi tidak memungkinkan, kalau itu alasannya kita terima, tapi jangan digeneralisir. Jangan digebyah uyah (Menyamaratakan), setiap wilayah berbeda keadaannya,” terangnya.
Miftachul Akhyar juga mencontohkan saat ada orang di salah satu kampung positif, maka satu kecamatan bahkan se-Surabaya di zona merah semua. Padahal, kata dia, masih ada daerah yang termasuk zona hijau.
“Padahal di Surabaya ada kecamatan yang masih zona hijau dan shalat Jumat masih dilakukan. Tapi tetap waspada, disiapkan hand sanitizer, ada tempat cuci tangan, penyemprotan disinfektan sebagai sebuah ikhtiar,” tegasnya.