Tangkal Ujaran Kebencian dalam Pemilu 2024, Prof. Didik: Pemerintah dan Aparat Negara Harus Jadi Teladan!
Berita Baru, Jakarta – Memasuki tahun politik Pemilu 2024, suhu panas dunia politik sudah semakin terasa, terutama di media sosial dan jagad maya. Nuansa polarisasi yang menjadi “warisan” Pilpres dan Pilkada di masa sebelumnya, kembali riuh ramai.
Kondisi tersebut sangat mengganggu dalam membangun suasana sehat demokrasi di Indonesia. “Jagad maya saat ini menjadi sebuah wilayah besar, rumit dan arus informasi yang rumit dan tidak ada aturan di dalamnya. Inilah metamorfosa kondisi jagat maya saat ini, yang berpengaruh terhadap dunia nyata,” kata Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini.
Hal itu ia sampaikan saat membuka diskusi bertajuk “Menangkal Ujaran Kebencian Dalam Pemilu 2024” yang diselenggarakan pada, Kamis 2 Maret 2023, lalu. Acara yang digelar Universitas Paramadina, Jakarta, ini dilakukan secara daring dan luring.
Menurut Prof. Didik, dampak dari media sosial itu dunia nyata kemudian rusak seperti Cerpen ‘Robohnya Surau Kami’ yang ditulis Ali Akbar Navis. Jagad maya sebagai lingkungan masyarakat yang tak lagi peduli dengan ‘Surau’ (dalam hal ini adalah aturan dan tatanan agama), sehingga masyarakat di jagad maya hidup tanpa aturan.
“Dari waktu ke waktu jagad maya yang dipenuhi oleh ujaran kebencian, sumpah serapah, hoaks, permusuhan dan sebagainya menyebabkan tatanan, institusi, etika, budaya masyarakat di dunia nyata hancur,” terang Guru Besar Ekonomi Politik Paramadina itu.
Menyikapi kondisi genting tersebut, Prof. Didik meminta pemerintah dan aparat negara menjadi penjaga aturan main, tiang institusi, dan tauladan dalam perilaku di jagat maya, bukan sebaliknya terlibat di dalam kerusakan tatanan tersebut karena berpihak di dalam polarisasi.
Selama ini, kata Didik, ada indikasikan pemerintah dan aparat negara juga terlibat dalam masalah ini sehingga bukan hanya sistem sosial politik di jagat maya tidak ada yang menjaga tetapi justru menjadikan dan membuat keadaan semakin runyam.
Dengan tegas Prof. Duduk menyebut, apabila penyelenggara negara tidak bisa menjadi teladan, dan malah sebaliknya menjadi dirigen, penyebaran ujaran kebencian di media sosial akan semakin menjadi.
“Di sinilah titik kritik dari masalah ini tergantung kepada pemerintah dan aparat apakah akan menjadi bagian utama dari pilar solusi atau menjadi bagian dari masalah itu sendiri,” pungkasnya.