Studi Ungkap 15 Badak Jawa Hilang dari Pemantauan di Ujung Kulon
Berita Baru, Jakarta – Yayasan Auriga Nusantara, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada konservasi satwa liar, mengungkapkan bahwa sebanyak 15 badak Jawa hilang dari pemantauan kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Jawa Barat.
Menurut peneliti Auriga Nusantara, Riszki Is Hardianto, lima belas individu tersebut tidak terekam setidaknya sampai tahun 2021 atau Agustus 2022.
“Lima belas Individu di antaranya masih tidak terekam setidaknya sampai tahun 2021 atau Agustus 2022,” ujar Peneliti Auriga Nusantara Riszki Is Hardianto dalam keterangan resminya yang dikutip Rabu (12/4/2023).
Penelitian Auriga Nusantara menunjukkan jumlah populasi badak jawa di TNUK lebih kecil dibandingkan dengan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK mengklaim bahwa populasi badak jawa pada 2022 mencapai sekitar 75 individu, sementara penelitian Auriga mengindikasikan jumlahnya justru lebih sedikit.
“Dalam empat tahun terakhir, meski rekaman kamera selalu lebih kecil dari rekaman 2018, namun Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu menyampaikan angka populasi yang meningkat,” kata dia.
Masalah utama adalah tidak terdeteksinya belasan badak jawa betina sebanyak tujuh ekor dan delapan jantan. Karena tidak ditemukannya tanda-tanda kematian atau tulang belulang, maka diperkirakan badak jawa tersebut masih hidup. Namun, sulitnya deteksi badak jawa ini dikaitkan dengan adanya perburuan liar di wilayah tersebut.
Ketua Yayasan Auriga Nusantara, Timer Manurung, menyatakan bahwa data yang diperoleh berasal dari laporan berbagai pihak yang terlibat langsung dalam upaya konservasi badak jawa. Ia menduga sulitnya badak jawa terekam kamera jebak atau hilangnya individu disebabkan oleh masih adanya perburuan dan aktivitas ilegal lainnya yang mengancam habitat mereka.
“Bagaimana selama ini Ujung Kulon dalam beberapa tahun terakhir sedang salah arah. Kenapa kami melihat begitu? Karena terlihat dari anggaran justru tidak memprioritaskan konservasi badak. Dalam empat tahun terakhir hampir separuh anggaran habis ke JRSCA (Javan Rhino Study and Conservation Area),” kata dia.
Menanggapi temuan ini, Auriga Nusantara mendorong adanya perbaikan menyeluruh terkait proteksi badak jawa. KLHK juga didorong untuk segera menunjuk penambahan habitat kedua ketimbang meneruskan program Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA). Yayasan Auriga Nusantara menyarankan agar membangun habitat kedua di Ujung Kulon, karena di sana banyak tantangan yang mengancam kelangsungan hidup badak jawa. Hal ini sejalan dengan upaya konservasi badak jawa sebagai satwa langka yang terancam punah.