Stafsus Presiden Menyorot Isu Isu Toleransi Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Berita Baru, Jakarta – Staf Khusus Presiden, Ayu Kartika Dewi menilai toleransi masih menjadi pekerjaan rumah setidaknya di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) dan Provinsi Aceh. Kartika mencatat masih ada tindakan intoleran yang menimpa kelompok minoritas.
Ayu sebelumnya melakukan serangkaian kunjungan kerja ke sejumlah wilayah mulai dari Aceh, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tengah. Kunjungan kerja itu dalam rangka untuk mengetahui lebih mendalam kondisi toleransi di tiga wilayah tersebut.
“Lewat diskusi dengan pegiat toleransi hingga pemuda, diketahui masih ada tindakan intoleran yang menimpa kelompok minoritas,” kata Ayu dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/12).
Ia mencontohkan, salah satu kasus intoleran yang sempat cukup menyita perhatian adalah kasus seorang siswi SMKN 2 Padang beragama Kristen yang diminta untuk menggunakan kerudung.
Meski permasalahan itu telah selesai, kata dia, kejadian serupa berpotensi akan terulang jika tidak ada dukungan regulasi lokal yang benar-benar bisa melindungi kelompok minoritas. Menurutnya, intoleransi bukan masalah sederhana. Intoleran memberi dampak buruk terhadap korban hingga kehidupan sosial sebuah wilayah.
“Benang merah permasalahan intoleransi adalah diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda,” ujarnya.
Ayu mengaku sempat bertemu dan berdiskusi dengan dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi. Ia menilai Mahyeldi memiliki komitmen untuk memperkuat toleransi di Sumbar. Selain berkolaborasi, Ayu menyebut Mahyeldi juga satu suara dengan Gubernur Aceh mendukung rencana pemerintah pusat menjadikan 2022 sebagai Tahun Toleransi.
Sementara saat kunjungan ke Aceh, Ayu mengaku menerima banyak informasi mengenai intoleransi, termasuk penerapan syariat Islam dari berbagai pihak.
Dari Gubernur Aceh Nova Iriansyah, misalnya, ia menilai toleransi dan keberagaman di Serambi Mekkah mampu tumbuh meski memiliki banyak tantangan.
Namun dari tokoh masyarakat hingga pemuda, Ayu mencatat bahwa toleransi di Aceh memang harus diperkuat. Ia mengakui permasalahan intoleransi adalah realitas di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Aceh.
Meski demikian, ia mengaku bangga banyak anak muda dan aktivis toleransi di Aceh yang terus memperjuangkan Kebhinekaan di Serambi Mekah itu.
Sedangkan dalam kunjungan ke Sulteng, Ayu mengaku mendapat banyak informasi terkini terkait perkembangan penanganan korban pascaperistiwa teror yang menimpa warga di Sigi.
Baginya, dampak terorisme tidak berhenti di hanya ‘sekadar’ kekerasan. Terorisme, menurutnya telah membuat warga harus berpindah tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, kesehatan mentalnya terganggu, dan hingga menimbulkan dendam yang berkepanjangan.
“Terorisme harus dibasmi sampai ke akarnya. Intoleransi harus dicegah sejak dini,” ujarnya.