Setelah Kudeta Berdarah, Militer Sudan Umumkan Pembebasan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Tahanan Politik Lainnya
Berita Baru, Internasional – Militer Sudan telah mengumumkan pembebasan perdana menteri Abdalla Hamdok dan tahanan politik lainnya setelah kudeta yang menewaskan 40 orang.
Fadlallah Burma Nasir, kepala Partai Umma mengkonfirmasi adanya kesepakatan antara pihak militer Sudan dan sipil tersebut kepada wartawan pada Minggu (21/11),
Seperti dilansir dari The Guardian, sekelompok mediator Sudan juga merilis pernyataan tentang kesepakatan pengembalian posisi Abdalla Hamdok sebagai perdana menteri.
“Kesepakatan politik telah dicapai antara Jenderal Burhan, Abdalla Hamdok, kekuatan politik, dan organisasi masyarakat sipil untuk kembalinya Hamdok ke posisinya, dan pembebasan tahanan politik,” kata Nasir.
Hamdok akan membentuk kabinet teknokrat independen dan semua tahanan politik akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan antara militer Sudan dan partai politik, kata Nasir.
Nasir menambahkan bahwa ia mengambil bagian dalam pertemuan pada Sabtu (20/11) malam waktu setempat, di mana para mediator mencapai kesepakatan.
Dewan Berdaulat akan mengadakan pertemuan pada Minggu sebelum mengumumkan kesepakatan, kata seorang sumber yang mengetahui pembicaraan penyelesaian kudeta militer Sudan tersebut.
Kesepakatan itu terjadi lebih dari tiga minggu sejak Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan menggerakkan kudeta militer, menggagalkan transisi Sudan menuju pemerintahan sipil.
Pada 25 Oktober, Burhan mengumumkan keadaan darurat militer Sudan, membubarkan pemerintah sementara, dan menangkap para pemimpin sipil, yang memicu kecaman internasional yang luas dan memprovokasi masyarakat berunjuk rasa di jalanan.
Hamdok ditempatkan di bawah tahanan rumah ketika militer merebut kekuasaan dan kudeta Sudan berlangsung.
Terjadinya kudeta Sudan mengakhiri kemitraan transisi antara militer dan kelompok sipil, yang membantu menggulingkan mantan Presiden Omar Al-Bashir pada 2019. Pernyataan dari para mediator menyebut kesepakatan pengembalian jabatan pemimpin sipil itu dicapai menyusul kesepakatan antara faksi-faksi politik, mantan kelompok pemberontak, dan tokoh-tokoh militer Sudan.
“Kesepakatan akan diumumkan secara resmi hari ini setelah penandatanganan persyaratan dan deklarasi politik yang menyertainya,” demikian pernyataan para mediator.
Kesepakatan itu diumumkan beberapa jam setelah aktivis anti-kudeta Sudan menyerukan protes massal pada Minggu (21/11). Pada Rabu (17/11) adalah hari paling mematikan selama kudeta Sudan dengan 16 orang tewas dalam bentrokan antara masyarakat sipil dan pasukan keamanan.
Petugas medis mengatakan pada Sabtu (20/11) jumlah orang yang tewas sejak kudeta militer Sudan telah meningkat menjadi sedikitnya 40. Pihak berwenang Sudan mengatakan penyelidikan atas pembunuhan itu akan dilakukan.
Unjuk rasa menentang kudeta militer Sudan sering berubah menjadi kekerasan, dengan polisi dan tentara menggunakan peluru tajam serta gas air mata untuk membubarkan kerumunan masyarakat.
Pihak berwenang membantah adanya penggunaan peluru tajam dan bersikeras mereka menggunakan “kekuatan minimum” untuk meredakan kerumunan.
Kesepakatan tidak akan “mengakhiri protes” Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum bahwa beberapa orang yang terlibat dalam mengorganisir demonstrasi anti-kudeta dan anggota partai politik mengatakan meski posisi Hamdok dipulihkan, mereka menentang kesepakatan dengan militer Sudan tersebut.