#SaveGorontalo Laporkan Ekspor Wood Pellet Ilegal di Gorontalo
Berita Baru, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil #SaveGorontalo melaporkan adanya pelanggaran hukum dalam ekspor wood pellet dari Indonesia, khususnya dari Gorontalo. Menurut laporan, praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) dalam ekspor wood pellet masih marak terjadi, memperburuk kerusakan lingkungan dan merugikan negara.
Koalisi menyatakan bahwa lemahnya pengawasan dan penegakan hukum turut memperparah kondisi tersebut. Mereka menuntut agar dilakukan audit terhadap rantai bisnis wood pellet di Indonesia, serta pencabutan izin bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.
Renal Husa, Dinamisator Simpul Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo, menyampaikan, “Penegakan hukum harus tegas, terutama terhadap perusahaan yang tidak transparan dalam praktiknya. Audit lingkungan secara menyeluruh perlu segera dilakukan.” seperti dikutip dari Betahita, Sabtu (14/9/2024).
Pada 16 Agustus 2024, patroli Bakamla RI berhasil mengamankan kapal berbendera Filipina, MV Lakas, yang diduga membawa wood pellet ilegal di perairan Gorontalo. Kapal tersebut tidak dilengkapi dokumen penting seperti Certificate of Analysis dan Certificate of Origin. Meski akhirnya dilepaskan di perairan Bitung, dugaan pelanggaran tersebut tetap menjadi perhatian serius.
Menurut Tim Koalisi, terjadi ketidaksesuaian data antara Sistem Informasi Legalitas Kayu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SILK KLHK) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Dari Oktober 2023 hingga Juni 2024, SILK mencatat lima kali ekspor wood pellet dari Gorontalo, sementara BPS melaporkan delapan kali ekspor. Perbedaan ini menunjukkan dugaan kerugian negara yang signifikan.
Selain itu, Koalisi menemukan bahwa aktivitas ekspor dilakukan dengan transhipment di luar wilayah yang diizinkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal ini memperkuat dugaan praktik pencucian uang (TPPU) dalam bisnis wood pellet, sebagaimana diungkapkan oleh Willem Pattinasarany, Ketua Badan Pengurus Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF), “Praktik ini memanfaatkan celah dalam pengawasan ekspor dan berpotensi menyebabkan kerugian negara lebih besar.”
Kerusakan lingkungan akibat ekspor wood pellet juga menjadi sorotan utama. Anggi Prayoga dari Forest Watch Indonesia mengungkapkan, “Perusakan hutan Gorontalo untuk memenuhi kebutuhan ekspor wood pellet harus dihentikan.” Sementara itu, Amalya R.O, Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, menambahkan bahwa pemerintah harus menghentikan program biomassa kayu dan mendorong penggunaan energi terbarukan yang berkelanjutan.
Kerusakan hutan akibat proyek bioenergi juga berdampak pada ekosistem pesisir, sebagaimana dijelaskan oleh Abubakar Siddik Katili dari Japesda, “Produksi wood pellet di hulu berpotensi mengganggu siklus nutrien yang berdampak negatif pada ekosistem pesisir.”