Sagea, Kampung Terakhir Diancam Tambang
Berita Baru, Maluku Utara – Hadirnya penambangan mineral logam, khususnya nikel, di daerah pesisir pantai Teluk Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara (Malut), menjadi ancaman serius bagi ekosistem Danau Yonelo atau Telaga Lagaye Lol.
Bahkan kini, menurut Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas), kampung Sangea, ruang hidup tersisa warga juga terancam dicaplok oleh salah satu industri tambang yang beroperasi di wilayah tersebut. Perusahan tersebut adalah PT First Pacific Mining (PT FPM).
“Atas izin Pemerintah, PT First Pacific Mining, hendak menambang dan membangun smelter nikel. Rencana operasi perusahaan asal China ini mengancam perkebunan produktif, kawasan karst dan hutan tropis, termasuk Goa Boki Moruru yang bersejarah bagi warga Maluku Utara,” tulis Jatamnas dalam keteranganya, dikutip Minggu (28/8).
Diketahui, Kampung Sangea terletak di pesisir Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Secara administratif, Sangea terbagi dalam dua desa yaitu Sangea dan Desa Kiya. Mayoritas masyarakat Sangea petani, hidup dengan komoditas tanaman berupa, pala, kelapa, cengkeh, sagu dan buah-buahan lainya. Dan sebagian yang lain bekerja sebagai nelaya.
“Di kawasan karst dan hutan Sagea ini terdapat sumber mata air yang vital bagi kehidupan warga. Kawasan ini juga penuh dengan keanekaragaman hayati dan satwa endemik. Lantas, mengapa Kementerian ESDM dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) masa bodoh, terus memberikan karpet merah bagi investor?,” tutur Jatam.
Atas dasar itulah, Jatamnas dengan tegas mendorong agar pertambangan dan pabrik smelter PT FPM dihentikan. Karena rencana tersebut benar-benar mengancam ruang hidup terakhir warga Sangea, setelah sebelumnya ekspansi industri ekstraktif telah mencaplok sebagian besar lahan warga.
“Hentikan pertambangan dan pabrik smelter PT First Pacific Mining itu, Kementerian ESDM. Warga butuh pangan, bukan tambang,” desak Jatamnas.