Rektor Universitas Paramadina Buka Suara Soal Amandemen UUD 1945
Berita Baru, Jakarta – Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, mengemukakan pandangannya mengenai wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang terus mengemuka dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, demokrasi langsung yang telah dijalankan di Indonesia selama empat kali pemilihan presiden menunjukkan banyak ekses negatif akibat perilaku politisi yang sering melanggar aturan main, seperti politik uang dan praktik politik curang.
“Wacana ini sehat dan bukan tanpa alasan dan bukan tanpa sebab. Demokrasi langsung yang telah dijalankan empat kali pemilihan presiden memperlihatkan banyak ekses negatif karena perilaku politisi yang melanggar aturan main, politik uang, praktek politik curang dan banyak lagi hal negatif lainnya,” ujar Didik.
Didik juga menyoroti bahwa meskipun Indonesia telah berhasil menjalankan demokrasi langsung dan tampil sebagai salah satu demokrasi terbesar di dunia, presiden terpilih Prabowo Subianto pernah mencetuskan bahwa sistem ini melelahkan.
“Wacana itu muncul, bahkan sejak lima tahun yang lalu dimana Prabowo Subianto mengemukakan wacana ini,” tambahnya.
Perdebatan tentang kembali ke UUD 1945 muncul karena kondisi literasi masyarakat Indonesia yang telah berubah drastis.
“Sekarang keadaan sudah sangat jauh berbeda, tingkat literasi bangsa sudah 97 persen lalu mau kembali kepada undang-undang dasar 1945, apa argumennya?” tanya Didik.
Ia menambahkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi seharusnya mendorong tuntutan terhadap demokrasi yang lebih baik, bukan kembali ke sistem yang lama.
Menurut Didik, meskipun demokrasi langsung memiliki banyak kelemahan, kembali ke sistem lama tidaklah solutif.
“Jika di sistem jalan raya banyak pelanggaran dan semerawut jangan infrastruktur jalannya dibongkar diganti yang lain. Sistem baru yang menggantikan bisa jadi menjadi lebih buruk dan menghasilkan pemimpin tiran karena bisa mengendalikan lebih mudah para anggota DPR dan MPR yang memilih presiden,” jelasnya.
Untuk memperbaiki situasi, Didik menyarankan dua hal mendasar: sistem dan aturan main yang baik dan tegas serta perubahan perilaku politisi dan rakyat, terutama terkait politik uang.
“Justru usaha yang harus kita lakukan memperbaiki dua hal mendasar, yakni sistem dan aturan main yang baik dan tegas dan mengubah perilaku politisi dan rakyat yang memilihnya, terutama politik uang yang menjadi penyakit akut dari demokrasi ini,” tegasnya.