RDP DPRD Tuban, LMND dan SRMI: Sistem BPJS Kesehatan Gagal!
Berita Baru, Tuban – Anggota Komisi IV DPRD Tuban, menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama BPJS Kesehatan Tuban, RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah), Dinkes (Dinas Kesehatan), Dinsos PPPA (Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), LMND (Liga Mahasiswa untuk Demokrasi) di SRMI (Serikat Rakyat Miskin Indonesia), Selasa (17/12) siang.
Pada RDP yang digelar di Ruang Rapat Komisi IV DPRD itu, perwakilan mahasiswa LMND dan SRMI, Zaienal menyoroti carut-marutnya sistem pengelolaan BPJS Kesehatan daerah. Ia menyebut penerapan sistem BPJS kesehatan di Indonesia gagal.
“Sistem BPJS melanggar ketentuan pasal 1 ayat 3 UU nomor 40/2004 dan pasal 19 ayat 1 junto pasal 20 ayat 1 memuat prinsip-prinsip asuransi menyalahi prinsip jaminan sosial bercorak gotong royong sesuai konstitusi,” ujarnya.
Menanggapi pernyataa Zaienal, Anggota DPRD Tuban, Suratmin membandingkan sejumlah pelayanan jaminan BPJS kesehatan yang terdapat di daerah dan nasional.
“BPJS kesehatan carut -marut secara nasional mungkin iyaaa. Akan tetapi, Daerah jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” tuturnya.
Ia tidak memungkiri bila pelayanan BPJS kesehatan di daerah kurang adanya singkronisasi data base antara BPJS dengan dinas-dinas terkait.
“Kami berharap Masyarakat mudah mendapat pelayanan yang layak tanpa klaster klaster berbeda. Sedangkan, saat ini sistem data base BPJS belum sinkron dan terintregasi dengan data base milik Dinsos dan Disdukcapil,” imbuhnya.
Ketua komisi IV DPRD Tuban, Sri Astuti setelah mendengarkan sembilan tuntutan yang di sampaikan perwakilan LMND dan SRMI menyimpulkan bahwa Iuran bulanan dalam BPJS yang sudah naik membuat daya beli masyarakat menurun. Terjadinya migrasi kepersertaan BPJS kesehatan dari kelas I turun ke II kelas II turun kelas III dan Kelas III tidak menjaminan kemandirian.
“Kenaikan BPJS nasional memberatkan masyarakat yang berada di Daerah,” tegasnya.
Tak hanya memberatkan peserta BPJS, klaim pembayaran tidak tepat waktu pada faskes. Selain itu, BPJS di nilai memeras rakyat dengan iuran bulanan memberatkan warga karena peserta BPJS menyisihkan pendapatannya sebesar 20 persen menanggung seluruh anggota dalam satu kepala keluarga.
“BPJS kesehatan adalah jaminan kesehatan hukum publik. Maka, badan tersebut bukan PT atau BUMN yang bertugas mencari ke untungan. Hak sehat menjadi hak warga negara dan negara menjamin hal itu menurut UU,” cetusnya
Sanksi-sanksi yang di berikan BPJS Kesehatan bagi peserta yang tidak membayar iuran tepat waktu akan di kenai sanksi tidak boleh ngurus SIM atau pelayanan publik lain ” merupakan bentuk perampasan hak warga negara,” sambungnya
Kalau sistemnya saja tidak baik dan tidak tepat seperti ini, bagaimana kami selaku pengawas (DPRD) dapat memberi pelayanan baik terhadap masyarakat di daerah.
Mensikapi klaim keterlambatan pembayaran jaminan kesehatan, Kepala BPJS Kesehatan kantor Tuban, Heni Ratnawati mengatakan pembayaran yang dilakukan BPJS sesuai dengan kodeting data base yang masuk dari pengajuan dari rumah sakit.
“Pembayaran kami lakukan sesuai FKTP Pra upaya kalau Rs membayaran tiap bulan November,” ucapnya.
Sementara tuntuan dilakukan audit Nasional terhadap BPJS Kesehatan. Heni menyebutkan auditor anggaran BPJS kesehatan sudah dilaksanakan sesuai regulasi UU 24 tahun 2011 pasal 37 dan pasal 39 oleh auditor internal dan eksternal.
“Audit sudah dilakukan setiap tahun mulai kantor pusat dan cabang atau KP kantor besar dari internal dewan dan satuan pengawas internal.sedangkan, auditor eksternal lembaga akuntan publik, DJSN dan BPKB,” ungkapnya selesai hearing kepada wartawan.
Sebelumnya, Senin (16/12) gabungan mahasiswa LMND dan SRMI melakukan aksi demo serempak nasional menuntut BPJS Kesehatan untuk di bubarkan dan meminta di lakukan audit oleh lembaga pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan nasional tersebut.(*)