PTUN Jakarta Tolak Gugatan Perusahaan Sawit, 65.415 Hektare Hutan Kembali ke Masyarakat Suku Awyu Papua Selatan
Berita Baru, Jakarta – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan oleh dua perusahaan kelapa sawit, PT Megakarya Jaya Raya (MJR) dan PT Kartika Cipta Pratama (KCP), terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Dalam putusan tersebut, 65.415 hektare hutan hujan asli yang sebelumnya merupakan konsesi PT MJR dan PT KCP akan dikembalikan kepada masyarakat Suku Awyu di Papua Selatan.
Gugatan tersebut diajukan setelah izin konsesi kedua perusahaan ini dicabut oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar melalui Surat Keputusan NOMOR: SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. Masyarakat Suku Awyu ikut menjadi pihak tergugat intervensi dalam gugatan ini.
Salah satu warga Awyu yang menjadi tergugat intervensi, Gergorius Yame, menyambut baik putusan tersebut. Dia menekankan bahwa perusahaan sekarang harus mematuhi keputusan ini dan tidak lagi melakukan deforestasi di area tersebut.
“Ini putusan yang kami tunggu-tunggu. Cukup sudah, perusahaan jangan ganggu hutan dan tanah adat. Ko (perusahaan) mau bikin apa lagi di tanah adat kami? Patuhi sudah putusan ini dan biarkan kami rawat sendiri tanah adat kami,” ujar Gergorius dalam keterangan resminya yang dikutip Rabu (6/9/2023).
Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua juga menyambut baik informasi putusan ini. Mereka mengharapkan bahwa pemerintah sekarang akan mencabut sepenuhnya izin PT MJR dan PT KCP.
Sebelumnya, kedua perusahaan tersebut mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada bulan Maret. Dalam gugatan ini, mereka mempertanyakan surat keputusan Menteri LHK tentang penertiban dan penataan izin pelepasan kawasan hutan, yang antara lain melarang pembukaan lahan berhutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit.
Anggota tim kuasa hukum masyarakat Awyu, Sekar Banjaran Aji, mengatakan bahwa masyarakat Awyu dan kuasa hukumnya telah berjuang keras dalam persidangan untuk mendukung Menteri LHK menghadapi gugatan PT MJR dan PT KCP.
“Sekarang saatnya bagi Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya dan kolega-koleganya di pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun lokal, untuk mempercepat pengakuan hak atas tanah adat suku Awyu. Masyarakat adat Awyu berhak untuk melindungi dan mengelola hutan adat mereka sendiri, demi penghidupan sehari-hari dan masa depan mereka,” kata Sekar.