Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

makan siang gratis prabowo gibran

Program Makan Bergizi Masuk dalam APBN Pendidikan, ICW: Abaikan Mandat Konstitusi



Berita Baru, Jakarta – Pemerintah berencana mengalokasikan anggaran sebesar Rp 722,6 triliun untuk fungsi pendidikan pada tahun 2025. Meskipun anggaran ini diklaim memenuhi amanat Pasal 49 UU Sistem Pendidikan Nasional, yang mewajibkan alokasi minimal 20% dari APBN untuk pendidikan, anggaran ini juga mencakup program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan program unggulan dari pasangan Prabowo-Gibran dalam Pemilu Presiden 2024.

Dengan memasukkan anggaran MBG, alokasi anggaran pendidikan tampak memenuhi persentase minimal yang diamanatkan. Namun, jika anggaran MBG dikeluarkan dari perhitungan, maka alokasi untuk pendidikan hanya mencapai 18% dari APBN atau sekitar Rp 651,61 triliun, yang berarti tidak memenuhi batas minimal 20% dan menurun dibandingkan anggaran pendidikan tahun 2024 yang mencapai Rp 665 triliun.

“Pemerintah seolah-olah telah memenuhi mandat konstitusi, padahal dengan memasukkan anggaran MBG, sesungguhnya anggaran pendidikan malah berkurang,” ungkap Indonesia Corruption Wathc (ICW) dalam kritiknya terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2025.

Di sisi lain, ICW mengatakan meskipun belanja pemerintah pusat untuk pendidikan meningkat sebesar Rp 58,6 triliun dari APBN 2024, target program penting seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) non-PNS justru mengalami penurunan. Target PIP menurun dari 20,8 juta siswa pada 2024 menjadi 20,4 juta siswa pada 2025, sementara target TPG non-PNS berkurang dari 577,7 ribu guru menjadi 477,7 ribu guru.

ICW juga menyoroti tiga persoalan utama terkait dimasukkannya anggaran MBG ke dalam postur anggaran pendidikan. Pertama, tidak terlihat adanya komitmen penguatan terhadap program wajib belajar yang sebelumnya dijanjikan akan diperluas menjadi 13 tahun. Kedua, tantangan pendidikan yang diidentifikasi pemerintah tidak berhubungan langsung dengan peningkatan akses dan kualitas pendidikan dasar. Ketiga, target penerima MBG tidak relevan dengan tujuan pelayanan pendidikan, karena mencakup balita dan ibu hamil atau menyusui yang berisiko anak stunting.

“Penggabungan anggaran MBG ke dalam anggaran pendidikan tidak hanya melanggar prinsip konstitusional, tetapi juga mencampuradukkan isu gizi dengan pendidikan, yang semestinya menjadi fokus pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan,” tegas ICW.

ICW meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini demi memastikan anggaran pendidikan benar-benar sesuai dengan mandat konstitusi. Kebijakan ini juga dinilai bertentangan dengan upaya DPR RI, yang membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan untuk menelusuri berbagai masalah penganggaran, termasuk polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan pungutan di sekolah.