Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Poster di Hari Anti Tambang di Palu, saat aksi di depan DRPD Sulteng. Foto: Minnie Rivai/Mongabay Indonesia
Poster di Hari Anti Tambang di Palu, saat aksi di depan DRPD Sulteng. Foto: Minnie Rivai/Mongabay Indonesia

Perjuangan Warga Halmahera Timur Melawan Perampasan Lahan oleh Perusahaan Tambang



Berita Baru, Palu – Dalam rangka memperingati Hari Anti Tambang (HATAM) yang diselenggarakan di Palu, Sulawesi Tengah, pada 26-31 Mei 2024, berbagai komunitas masyarakat yang terdampak oleh aktivitas pertambangan berbagi cerita dan pengalaman.

Salah satu kisah menonjol datang dari Sirajan Ade, seorang warga dari Halmahera Timur, Maluku Utara, yang mengungkapkan situasi di daerahnya yang mirip dengan apa yang terjadi di Pulau Sulawesi.

Sirajan Ade menjelaskan bahwa perampasan lahan menjadi hal yang umum di Halmahera Timur, di mana banyak perusahaan pertambangan beroperasi di wilayah tersebut.

“PT Aneka Tambang menjadi pemegang izin dominan di wilayah ini, tapi kesini-kesini (belakangan ini) swasta biar kecil juga menjadi pemain dan banyak,” ungkap Ade dalam diskusi peringatan HATAM di Palu dikutip dari Mongabay, Kamis (30/5/2024). Di kampungnya, perkebunan warga kini telah berubah menjadi area pertambangan, menghilangkan sumber mata pencaharian utama mereka.

Dalam upaya melindungi sisa-sisa ruang yang masih ada, masyarakat Halmahera Timur meminta pemerintah daerah untuk melarang dan tidak memberikan izin bagi berbagai aktivitas di hutan lindung sesuai peraturan Kabupaten Halmahera Timur. Hutan lindung ini berfungsi sebagai penyangga dan sumber air bersih bagi warga setempat. Buruh tambang, masyarakat, petani, dan nelayan bersatu untuk menyelamatkan yang tersisa.

Tidak jauh berbeda dengan Halmahera Timur, warga Laroue di Kecamatan Bungku Timur, Morowali, Sulawesi Tengah, juga menghadapi masalah serupa. Menurut Fauzan, seorang warga Laroue, desanya telah berubah sejak kehadiran tujuh perusahaan gamping yang merampas ruang hidup warga untuk memasok batu gamping ke PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Warga Laroue yang mayoritas adalah petani dan nelayan khawatir akan kerusakan hutan dan lahan yang menjadi sumber kehidupan mereka jika perusahaan tersebut beroperasi.

Situasi serupa juga terjadi di berbagai daerah lain, termasuk Sepaku, Penajam Utara, Kalimantan Timur, di mana mantan Ketua RT, Pandi, memilih mundur dari jabatannya demi melindungi tanah warga dari pengambilalihan oleh pemerintah untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Di Dairi, Sumatera Utara, warga berjuang mempertahankan hutan lindung dari serbuan tambang timah hitam. Hermin Lumban Batu dari Desa Lae Markelang menyatakan bahwa warga sembilan dusun menguatkan diri dengan informasi dan pengetahuan untuk melindungi hutan adat mereka.

Menurut Moh. Taufik, Koordinator Jaringan Anti Tambang Sulawesi Tengah (Jatam Sulteng), berbagi cerita dan pengalaman antara warga dari berbagai daerah yang terdampak tambang adalah bagian dari penguatan dalam menghadapi penghancuran ruang hidup atas nama investasi. “Ada usaha, ada penolakan dan perlawanan terhadap penghancuran ruang hidup atas nama investasi. Saling menguatkan dan berbagi informasi juga cara menghadapinya. Ini bagian dari usaha menjaga alam dan ruang hidup,” tegas Taufik.