Pembusukan di Tubuh KPK Harus Dihentikan
Berita Baru, Jakarta – Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) gelar Media Briefing secara daring dengan tajuk “Perempuan Pulihkan KPK: Pernyataan Sikap Atas Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Firli Bahuri dan Lili Pintauli Serta Pandangan Atas Kinerja KPK”.
Gita Putri Damayana, dari perwakilan gerakan perempuan anti korupsi, mengatakan bahwa sejak disakkan revisi UU KPK dan terpilihnya jajaran baru Pimpinan KPK nyaris tidak ada berita dan perkembangan positif mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Nyaris tidak ada berita dan perkembangan positif yang kita dapatkan mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia sejak tahun 2019, tepat sejak disakkan Revis UU KPK dan terpilihnya jajaran Pimpinan KPK yang baru,” kata Gita Putri saat membacakan sikap PIA, Senin (13/9).
Menurut Gita, miskinnya kabar baik pemberantasa korupsi di tanah air bersumber dari perbagai rentetan kejadian di dalam lembaga KPK. Mulai dari pelanggaran etik yang dilakukan pimpinannya hingga ringannya sanksi yang jatuhkan kepada pelanggar.
“Miskinnya kabar baik ini semua sumber asalnya dari kepala. Sejak awal kita melihat rentetan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK dari mulai Firli Bahuri dengan helikopternya hingga dengan Lili Pintauli Siregar yang berkomunikasi dengan tersangka korupsi,” ungkapnya.
“Komisioner KPK berkomunikasi dengan tersangka korupsi adalah sesuatu hal yang tidak bisa kami bayangkan dan satu-satunya komisioner perempuan pula. Kemudian sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas KPK untuk ukuran pelanggaran etik skala seperti ini relatif ringan dibandingkan dengan skala pelanggaran sebelumnya,” imbuh Gita.
Sementara disisi lain, lanjut perempuan yang juga aktif dalam Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) itu, ada puluhan orang pengawai KPK yang sebelumnya konsisten bekerja keras untuk KPK, disingkirkan secara paksa melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“Mereka-mereka ini disebut tidak tertolong, dapat cap merah dan dipaksa non aktif dari KPK. Padahal individu-individu tersebut memiliki rekam jejak yang jelas dan memiliki juga peran kunci dalam pengungkapan kasus-kasus besar yang mencuri uang rakyat,” terang Gita.
Bahkan Gita juga menyebutkan, ada banyak rentetan kejadian yang semakin memperparah kekelaman pemberantasan korupsi di Tanah Air. “Sepeti tuntutan kasus Eks Menteri Sosial, Juliari Batubara yang semula wacananya hukuman mati maksimal, tapi malah justru hanya 11 tahun. Hingga usaha memperhalus istilah koruptor menjadi penyintas dan bahkan diberi panggung bicara mengenai pencegahan anti korupsi oleh KPK sendiri,” tuturnya.
Dari berbagai peristiwa tersebut, untuk memulihkan KPK sebagai lembaga yang tetap komitmen dalam pemberantasan korupsi, PIA menyatakan sikap bahwa pembusukan yang terjadi di tubuh KPK haru dihentikan dan jajaran Pimpinan KPK harus punya rasa malu karena telah gagal menjadi telada.
“Dewas perlu refleksi lebih lanjut, keberadaan mereka di KPK sebetulnya melakukan pengawasan secara konsisten dan disiplin atau justru larut melemahkan KPK. Presiden juga perlu melihat kisruh di KPK bahwa mereka perlu ada refleksi, sebetulnya sepeti apa beliau ingin tercatat dalam sejarah. Karena yang menjadi hakim bukan generasi yang ada sekarang tetapi generasi penerus,” tukas Gita.