PBHI Kritik Kriminalisasi Keputusan Bisnis dalam Kasus PT Telkom dan Alex Denni
Berita Baru, Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengkritik disparitas putusan dalam kasus yang melibatkan PT Telkom Tbk., dan Alex Denni. Melalui siaran pers yang diunggah di akun Instagram resmi mereka, @pbhi_nasional, pada Jumat (29/11/2024), Ketua PBHI Julius Ibrani menyoroti ancaman kriminalisasi terhadap keputusan bisnis, khususnya dalam konteks Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan mitra swasta.
Dalam kasus tersebut, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah—dua pejabat PT Telkom—pada tingkat kasasi dinyatakan bebas dari seluruh dakwaan korupsi. Sebaliknya, Alex Denni, Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti (PMK), tetap dijatuhi hukuman satu tahun penjara berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 163 K/Pid.Sus/2013.
“Padahal, fakta persidangan menunjukkan bahwa proyek Distinct Job Manual (DJM) yang menjadi objek perkara dilakukan sesuai prosedur dan memenuhi prinsip business judgment rules. Tidak ditemukan keuntungan pribadi, konflik kepentingan, atau kerugian negara dalam pelaksanaannya,” jelas Julius.
Julius menguraikan empat indikator yang menunjukkan bahwa tindakan Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah sudah sesuai dengan aturan:
- Penunjukan Langsung PT PMK: Proyek dinilai mendesak dan membutuhkan spesifikasi teknis tertentu. “Justifikasi penunjukan langsung PT PMK sudah sesuai dengan tujuan perusahaan,” kata Julius.
- Proses Negosiasi Harga yang Sah: Negosiasi dilakukan oleh pejabat berwenang dan harga yang disepakati dianggap wajar.
- Tidak Ada Penyalahgunaan Wewenang: Tidak adanya kesalahan administratif atau kelalaian dalam penyusunan Term of Reference (TOR) dan justifikasi.
- Tidak Ada Unsur Perbuatan Melawan Hukum: Julius menegaskan, “Tidak ditemukan bukti yang menunjukkan tindakan para terdakwa merugikan negara atau perusahaan.”
Meski fakta persidangan sama, Alex Denni tetap dihukum, menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi pengadilan. Julius menambahkan, “Putusan terhadap Alex Denni seolah mencerminkan rekayasa hukum. Banyak kejanggalan, seperti perbedaan komposisi hakim dan lamanya proses pemeriksaan, serta tidak diunggahnya delapan dari sembilan putusan terkait kasus ini di situs resmi pengadilan.”
PBHI juga menyoroti framing yang menyudutkan Alex Denni. “Eksekusi hukuman terhadap Alex Denni baru dilakukan 11 tahun setelah putusan kasasi, namun ini lebih disebabkan kurangnya transparansi dan ketertiban administrasi hukum, bukan karena kelalaian pihak terdakwa,” ujarnya.
PBHI mengingatkan, kriminalisasi terhadap keputusan bisnis dapat berdampak buruk pada upaya pemerintah meningkatkan kinerja BUMN. Dalam beberapa kesempatan, Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%, yang mengandalkan inovasi dan keberanian dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan BUMN. “Jika setiap keputusan yang sudah sesuai business judgment rules tetap dikriminalisasi, maka ini akan menjadi ancaman besar bagi direksi BUMN lainnya,” tegas Julius.
PBHI menyerukan agar proses hukum terhadap kasus-kasus bisnis yang memenuhi prinsip itikad baik dihentikan. “Keputusan bisnis harus dilindungi hukum, bukan malah dijadikan objek kriminalisasi,” pungkasnya.